24 Juli, 2009

ACTIVE LEARNING

ACTIVE LEARNING

A. Pengertian

Kita tahu bahwa siswa bisa belajar dengan sangat baik dengan mempraktikkannya. Namun bagaimana caranya kita menggalakkan belajar aktif ? buku ini berisi strategi-strategi praktis dan khusus yang bisa digunakan untuk mempelajari hamper semua mata pelajaran. Strategi-strategi itu dirancang untuk menyemarakkan kelas anda. Sebagian dari strategi-strategi itu ada yang sangat menyenangkan dan sebagian untuk memperdalam proses belajar dan memperkuat ingatan.

Apa yang menjadikan belajar “aktif” ? agar belajar menjadi aktif, siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud).

Melaksanakan pengajaran bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.

Kapan kegiatan belajar perlu dibuat aktif ? untuk bisa mempelajari sesuaru dengan baik, perlu, mendengarnya,melihatnya, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan cuma itu, siswa perlu mengerjakannya dengan menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktikkan ketermpilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.

Dari penjelasan pengertian di atas daapat disimpulkan bahwa active learning adalah satu model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dan guru secara maksimal, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, dan siswa berkompetisi di antara masing-masing untuk memperebutkan pemahaman yang sebenarnya atas materi pelajaran

B. Model dan Gaya Active Learning

Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam-macam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan aoa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Peserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperlihatkan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka mengandalkan kemampuan untuk mendengarkan dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tidak karuan.

Dalam penelitian (dalam Sileberman 2006;10) Kalangan pendidik juga mencermati adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir. Schroeder dan koleganya (1993) telah menerapkan indicator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan dunia usaha masa kini. Instrument ini sangat berguna untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran dan persentase itu bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian menerapkannya. Penelitian MBTI lainnya, jelas Schoroeder. Menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suku kegiatan belajar yang benar-benar aktif daripada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini : discusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schoroeder menekankan bahwa siswa masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhdap kegiatan kelompok dan belajar bersama.”

Temuan-temuan ini bisa dianggap tidak mengejutkan bila kita mempertimbangkan cepatnya laju kehidupan modern. Di masa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar bagitu menghentak merdu, dan warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

C. Ciri-Ciri Active Learning

Berkat pengaruh Piaget, Montessori (dalam Melvin; 2006,5) dan lain-lain, guru dalam pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar telah lama mempraktikkan belajar aktif. Mereka tahu bahwa anak-anak bisa belajar dengan sangat baik dari pengalaman konkret yang berlandaskan kegiatan. Bahkan para guru yang tidak begitu paham tentang fakta perkembangan anak pun menjadikan belajar sebagai kegiatan aktif. Mereka paham bahwa anak-anak tidak bisa berlama-lama memusatkan perhatian, dan mereka juga tidak bisa berlama-lama untuk duduk tenang. Untuk menutup kekurangan ini, mereka mengupayakan agar anak tetap aktif dan bergerak leluasa.

Namun, siswa yang lebih tua memiliki kecenderungan untuk tidak lagi belajar dengan cara aktif. Hampir semua guru, dari jenjang pendidikan menengah hingga tinggi, membumbui pelajaran mereka dengan sesi diskusi dan Tanya jawab yang sifatnya kedangkalan. Dari waktu k ewaktu, sebagian dari mereka menyertakan permainan, drama, dan bahkan kegiatan belajar kelompok kecil. Namun komitmen terhadap kegiatan belajar aktif dan semarak sifatnya hanya jangka pendek. Mengapa demikian ?

Barangkali dapat ditemukan banyak alasannya. Sebagai contoh, guru cenderung mengajarkan sesuatu sebagaimana sesuatu itu dulunya diajarkan kepadanya, dan model pengajaran ceramah dan menulis merupakan model yang umum bagi kita. Di luar itu, ada asumsi keliru bahwa peserta didik dewasa tidak memerlukan aktivitas yang diperpadat dan proses yang dipercepat untuk bisa belajar secara efektif. Lantaran pikiran yang telah berkembang mampu melakukan perenungan, mengemukakan sedut pandang, dan berfikir abstrak, sebagian guru lantas berasumsi bahwa siswa yang lebih tua benar-benar bisa belajar ketika mereka hanya duduk manis mendengarkan ceramah. Anggapan ini biasanya sangat kuat sekalipun sang guru kecewa dengan seberapa banyak yang diingat dan betapa sedikitnya yang diterapkan. Barangkali segala sesuatunya lebih baik di masa lalu, tapi kini para siswa merupakan produk dari dunia tayangan audio-visual. Tidak hanya itu, ada banyak sekali ragam siswa di masa kini tidak hanya gender, ras dan etnisnya saja yang beraneka ragam, namun juga gaya belajar mereka. Belajar aktif tidak hanya diperlukan untuk menambah kegairahan, namun juga untuk menghargai perbedaan individual dan beragamnya kecerdasan.

Hal lain yang menyebabkan kurang aktifnya kegiatan belajar ketika siswa beranjak dewasa ialah bahwa guru merasa terikat oleh mata pelajaran mereka dan tertekan oleh terbatasnya waktu yang mereka miliki untuk mengerjakannya. Gagasan bahwa kegiatan belajar harus terbagi-bagi ke dalam berbagai bidang pelajaran sudah ada selama berabad-abad dan sepertinya tidak mudah dihapuskan. Kondisi sunia pasca-modern tengah mempertanyakan bentuk-bentuk persekolahan dan deQur’an-Hadits kurikulum tradisional, namun masih sulit untuk meyakinkan para pelaku pendidikan dan wali murid bahwa siswa tidak akan mendapatkan banyak manfaat jika mereka “sekedar menempuh” mata pelajaran. Selain itu, ada keyakinan bahwa belajar aktif menyita terlalu banyak waktu. Secara teori hal ini mungkin meyakinkan, namun secara praktek hal ini tidak realistis.

Barangkali alasan utama mengapa belajar aktif tidak menjadi cirri utama persekolahan bagi siswa remaja dan dewasa ialah tidak adanya saran konkret yang cukup memadai tentang cara menerapkannya di kelas. Beberapa buku bagus yang belakangan diterbitkan pada umumnya mengemukakan cara menerapkan studi kasus, simulasi, belajar kelompok, pemberian tugas, dan metode partisipatif lain di sekolah menengah dan perguruan tinggi. Ketika saya banyak yang meminta saya untuk menjelaskan strategi khusus yang sebabnya saya menyusun buku ini. Buku ini berisi metode praktis, dengan pengajaran setahap demi setahap.

B. Tahapan-Tahapan Active Learning

1. Mengambangkan model kelas

a. Bentuk U : Ini merupakan formasi sebaguna. Siswa bisa menggunakan permukaan meja untuk membaca dan menulis, dapat melihat anda dan / atau media visual anda dengan mudah

b. Gaya tim : Mengelompokkan meja secara melingkar di dalam ruang kelas memungkinkan anda untuk meningkatkan interaksi tim.

c. Meja konferensi : Formasi ini sangat baik bila mejanya relative bundar atau persegi. Formasi ini meminimalkan dominasi guru dan memaksimalkan peran siswa.

d. Lingkaran : Interaksi tatap muka akan lebih baik dengan hanya menempatkan siswa dalam formasi lingkaran tanpa meja.

e. Kelompok pada kelompok : formasi ini memungkinkan anda untuk melakukan diskusi terbuka. Atau membuat drama, debat, atau melakukan pengamatan aktivitas kelompok.

f. Ruang kerja : Formasi ini cocok untuk lingkaran aktifitas khas laboratorium

g. Pengelompokkan berpencar : jika ruang kelas anda cukup besar atau jika tersedia tempat di ruangan sebelah, tempatkanlah (bila memungkinkan) meja dan kursi yang bisa digunakan oleh sub-sub kelompok untuk melakukan aktivitas belajar berbasis tim.

h. Formasi tanda pangkat : susunan ruang kelas tradisional (deretan meja dan kursi) tidak kondusif bagi pelaksanaan belajar aktif.

i. Ruang kelas tradisional : jika memang tidak memungkinkan untuk membuat formasi lengkung, cobalah untuk mengelompokkan kursi secara berpasangan untuk memungkinkan belajar secara berpasangan.

j. Auditorium : lingkungan auditorium memang kurang kondusif untuk kegiatan belajar aktif, namun masih ada harapan untuk itu.

2. Metode untuk mendapatkan partisipasi kapanpun

a. Diskusi terbuka; dilakukan dengan banyak mengajukan pertanyaan oleh guru, yang akan disambut secara bebas oleh siswa

b. kartu jawaban ; Kartu ini dimaksudkan agar siswa menjawab pertanyaan dari yang diajukan guru, menjawab dengan ketepatan diharapkan, karena jawaban bersifat tertutup, tentu saja dengan menyertakan nama

c. Jajak pendapat , menyusun survey singkat di didalam kelas, atau diadakan pemungutan suara terhadap jawaban yang diajukan, atau siswa diminta memilih jawaban yang tepat dari sekian jawaban

d. Diskusi subkelompok , membagi siswa dalam ebebrapa kelompok, untuk mengadakan diskusi kecil di antara siswa

e. Mitra belajar, siswa diminta untuk mediskusikan materi atau soal dengan teman-temannya yang ada dalam sub kelompok.

f. Penyemangat , Guru mendatangi semua kelompok dan memotivasi mereka untuk berkompetisi memcahkan tema yang diajukan

g. Panel; memerintahkan siswa untuk mngemukakan pendapat dengan berdiri di hadapan teman-teman

h. Ruang terbuka (Fishbowl), diskusi dalam ruang terbuka untuk melihat ekspresi maksimal siswa

i. Permainan ; belajar dengan bermain, bukan berbarti main-main dalam belajar, meciptakan suasan yang rileks dan humor diperlukan gar tidak terjadi ketegangan

j. Memanggil pembicara selanjutnya; memerintahkan siswa untuk menujukkan jar, jika siswa ingin mengemukakan pendapat. Dan lain sebagainya

3. Teknik Mendapatkan Mitra Belajar

a. mendiksusikan dokumen singkat secara bersama

b. mewawancarai satu sama lain mengenai reaksi terhadap bacaan, pengajaran, tayangan video, atau kegiatan pendidikan lain yang diberikan.

c. Mengkritik atau menyunting karya tulis pasangan masing-masing

d. Ajukan pertanyaan kepada pasangan kalian tentang bacaan yang diberikan.

e. Ikhtisarkan sesi pelajaran atau pokok bahasan secara bersama.

f. Susunlah pertanyaan secara bersama untuk diajukan kepada guru

g. Analisa soal cerita, latihan, eksperimensecara bersama

h. lakukan tes kepada satu sama lain

i. Jawablah pertanyaan yang diajukan oleh guru

j. Bandingkan catatan yang dibuat di dalam kelas

4. Strategi untuk membentuk kelompok belajar

a. Kartu pengelompokkan ; menentukan kelompok siswa dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberi kartu

b. Puzzle; memotong-memotong gambar lalu mengacak-acak, lalu meminta siswa untuk mengatur kembali, sehingga menjadi susun yang terbaca. Teknik ini aadalah teknik teka-teki

c. Menemukan sahabat dan keluarga fiktif terkenal

d. label nama, label nama sebaiknya berbda-beda pada masing-masing kelompok

e. Hari kelahiran , memerintahkan siswa untuk berbaris sesui dengan urutan hari kelahiran, bulan kelahiran, atau tahun kelahiran, sehingga saling kenal satu dengan yang lain

f. kartu remi, membagi siswa dalam kelompok dan memberinya kartu remi, dan mengarahkan siswa untuk menemukan gambar yang sama di antara mereka

g. Sebut angka

h. Rasa permen

i. Pilih benda-benda yang mirip

j. Materi siswa

5. Teknik memfasilitasi diskusi

a. Kemukakan kembali apa yang telah dikatakan siswa agar ia merasa bahwa pendapatnya telah dipahami dan siswa yang lain bisa mendengarkan ikhtisar dari apa yang telah disampaikan secara panjang lebar

b. Pastikan anda memahami kata-kata yang disampaikan oleh siswa atau perintah siswa untuk memperjelas apa yang dia maksud

c. Berikan pujian kepada pendapat yang menarik dan mendalam

d. Perjelas sumbang saran siswa terhadap diskusi dengan menggunakan contoh, atau sarankan cara baru untuk membahas persoalan

e. Semarakkan diskusi dengan mempercepat prosesnya menggunakan humor, atau jika perlu, dengan memacu semangat kelompok untuk memberikan lebih banyak sumbang saran.

f. TUnjukka ketidakpahaman (dengan halus) terhadap pendapat siswa untuk mencari diskusi lebih lanjut

g. Perantarai perbedaan pendapat antar siswa, dan redakan ketegangan yang mungkin timbul.

h. Tampung semua pendapat, tunjukkan kaitannya satu sama lain

i. Ubahlah proses kelompok untuk mengundang metode untuk mengundang partisipasi atau menghantarkan kelompok menuju tahap evaluasi gagasan yang telah dikemukakan sebelum dibentuknya kelompok.

j. Ikhtisarkan (dan catat bila perlu) pendapat-pendapat utama kelompok.

6. Teknik penanganan ketika siswa menjadi sulit diatur

a. Buatlah tanda secara nonverbal , yaitu dengan melakukan pendekatatan dan atatp muka ketika siswa mengobrol, atau mungkin dengan meletakkan jari untuk menutup mulut siswa tersebut

b. Dengarkan secara aktif; Ketika siswa memonopoli diskusi, guru sebaiknya mendengarkan dengan baik, hingga jeda berlangsung

c. Usahakan agar siswa anda tidak ada yang mendominasi

d. Sebutkan aturan partisipasi, seperti tidak boleh tertawa, atau ngobrol selama pelajaran, atau hanya siswa yang belum angkat bicara yang boleh berpartisipasi

e. Gunakan humor segar

f. Jalinlah hubungan pada tingkat personal

g. Ubahlah metode partisipasi, bila mungkin kuang menarik perhatian pada satu model, maka sebaiknya mengubah dengan model yang lain

h. Abaikan saja perilaku yang tidak begitu negative

i. Rembuklah perilaku yang sangat negative secara empat mata

j. Jangan terlalu memasukkan ke dalam hati persoalan yang anda hadapi.

Dari penjelasan tersebut, mengikuti sistematika dalam mengelola active leraning, tampaknya merupakan keharusan , urutan dan teknik-teknik tersebut, selanjutnya akan mejadikan guru relatif lebih mampu mengontrol kinerja pembelajaran siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar!