24 Juli, 2009

ACTIVE LEARNING

ACTIVE LEARNING

A. Pengertian

Kita tahu bahwa siswa bisa belajar dengan sangat baik dengan mempraktikkannya. Namun bagaimana caranya kita menggalakkan belajar aktif ? buku ini berisi strategi-strategi praktis dan khusus yang bisa digunakan untuk mempelajari hamper semua mata pelajaran. Strategi-strategi itu dirancang untuk menyemarakkan kelas anda. Sebagian dari strategi-strategi itu ada yang sangat menyenangkan dan sebagian untuk memperdalam proses belajar dan memperkuat ingatan.

Apa yang menjadikan belajar “aktif” ? agar belajar menjadi aktif, siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud).

Melaksanakan pengajaran bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.

Kapan kegiatan belajar perlu dibuat aktif ? untuk bisa mempelajari sesuaru dengan baik, perlu, mendengarnya,melihatnya, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan cuma itu, siswa perlu mengerjakannya dengan menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktikkan ketermpilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.

Dari penjelasan pengertian di atas daapat disimpulkan bahwa active learning adalah satu model pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa dan guru secara maksimal, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, dan siswa berkompetisi di antara masing-masing untuk memperebutkan pemahaman yang sebenarnya atas materi pelajaran

B. Model dan Gaya Active Learning

Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam-macam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan aoa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Peserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperlihatkan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka mengandalkan kemampuan untuk mendengarkan dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tidak karuan.

Dalam penelitian (dalam Sileberman 2006;10) Kalangan pendidik juga mencermati adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir. Schroeder dan koleganya (1993) telah menerapkan indicator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan dunia usaha masa kini. Instrument ini sangat berguna untuk memahami fungsi perbedaan individu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki orientasi praktis ketimbang teoritis terhadap pembelajaran dan persentase itu bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian menerapkannya. Penelitian MBTI lainnya, jelas Schoroeder. Menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suku kegiatan belajar yang benar-benar aktif daripada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini, dia menyimpulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini : discusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat dalam kelas, latihan melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, dan studi kasus. Secara khusus Schoroeder menekankan bahwa siswa masa kini “bisa beradaptasi dengan baik terhdap kegiatan kelompok dan belajar bersama.”

Temuan-temuan ini bisa dianggap tidak mengejutkan bila kita mempertimbangkan cepatnya laju kehidupan modern. Di masa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar bagitu menghentak merdu, dan warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

C. Ciri-Ciri Active Learning

Berkat pengaruh Piaget, Montessori (dalam Melvin; 2006,5) dan lain-lain, guru dalam pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar telah lama mempraktikkan belajar aktif. Mereka tahu bahwa anak-anak bisa belajar dengan sangat baik dari pengalaman konkret yang berlandaskan kegiatan. Bahkan para guru yang tidak begitu paham tentang fakta perkembangan anak pun menjadikan belajar sebagai kegiatan aktif. Mereka paham bahwa anak-anak tidak bisa berlama-lama memusatkan perhatian, dan mereka juga tidak bisa berlama-lama untuk duduk tenang. Untuk menutup kekurangan ini, mereka mengupayakan agar anak tetap aktif dan bergerak leluasa.

Namun, siswa yang lebih tua memiliki kecenderungan untuk tidak lagi belajar dengan cara aktif. Hampir semua guru, dari jenjang pendidikan menengah hingga tinggi, membumbui pelajaran mereka dengan sesi diskusi dan Tanya jawab yang sifatnya kedangkalan. Dari waktu k ewaktu, sebagian dari mereka menyertakan permainan, drama, dan bahkan kegiatan belajar kelompok kecil. Namun komitmen terhadap kegiatan belajar aktif dan semarak sifatnya hanya jangka pendek. Mengapa demikian ?

Barangkali dapat ditemukan banyak alasannya. Sebagai contoh, guru cenderung mengajarkan sesuatu sebagaimana sesuatu itu dulunya diajarkan kepadanya, dan model pengajaran ceramah dan menulis merupakan model yang umum bagi kita. Di luar itu, ada asumsi keliru bahwa peserta didik dewasa tidak memerlukan aktivitas yang diperpadat dan proses yang dipercepat untuk bisa belajar secara efektif. Lantaran pikiran yang telah berkembang mampu melakukan perenungan, mengemukakan sedut pandang, dan berfikir abstrak, sebagian guru lantas berasumsi bahwa siswa yang lebih tua benar-benar bisa belajar ketika mereka hanya duduk manis mendengarkan ceramah. Anggapan ini biasanya sangat kuat sekalipun sang guru kecewa dengan seberapa banyak yang diingat dan betapa sedikitnya yang diterapkan. Barangkali segala sesuatunya lebih baik di masa lalu, tapi kini para siswa merupakan produk dari dunia tayangan audio-visual. Tidak hanya itu, ada banyak sekali ragam siswa di masa kini tidak hanya gender, ras dan etnisnya saja yang beraneka ragam, namun juga gaya belajar mereka. Belajar aktif tidak hanya diperlukan untuk menambah kegairahan, namun juga untuk menghargai perbedaan individual dan beragamnya kecerdasan.

Hal lain yang menyebabkan kurang aktifnya kegiatan belajar ketika siswa beranjak dewasa ialah bahwa guru merasa terikat oleh mata pelajaran mereka dan tertekan oleh terbatasnya waktu yang mereka miliki untuk mengerjakannya. Gagasan bahwa kegiatan belajar harus terbagi-bagi ke dalam berbagai bidang pelajaran sudah ada selama berabad-abad dan sepertinya tidak mudah dihapuskan. Kondisi sunia pasca-modern tengah mempertanyakan bentuk-bentuk persekolahan dan deQur’an-Hadits kurikulum tradisional, namun masih sulit untuk meyakinkan para pelaku pendidikan dan wali murid bahwa siswa tidak akan mendapatkan banyak manfaat jika mereka “sekedar menempuh” mata pelajaran. Selain itu, ada keyakinan bahwa belajar aktif menyita terlalu banyak waktu. Secara teori hal ini mungkin meyakinkan, namun secara praktek hal ini tidak realistis.

Barangkali alasan utama mengapa belajar aktif tidak menjadi cirri utama persekolahan bagi siswa remaja dan dewasa ialah tidak adanya saran konkret yang cukup memadai tentang cara menerapkannya di kelas. Beberapa buku bagus yang belakangan diterbitkan pada umumnya mengemukakan cara menerapkan studi kasus, simulasi, belajar kelompok, pemberian tugas, dan metode partisipatif lain di sekolah menengah dan perguruan tinggi. Ketika saya banyak yang meminta saya untuk menjelaskan strategi khusus yang sebabnya saya menyusun buku ini. Buku ini berisi metode praktis, dengan pengajaran setahap demi setahap.

B. Tahapan-Tahapan Active Learning

1. Mengambangkan model kelas

a. Bentuk U : Ini merupakan formasi sebaguna. Siswa bisa menggunakan permukaan meja untuk membaca dan menulis, dapat melihat anda dan / atau media visual anda dengan mudah

b. Gaya tim : Mengelompokkan meja secara melingkar di dalam ruang kelas memungkinkan anda untuk meningkatkan interaksi tim.

c. Meja konferensi : Formasi ini sangat baik bila mejanya relative bundar atau persegi. Formasi ini meminimalkan dominasi guru dan memaksimalkan peran siswa.

d. Lingkaran : Interaksi tatap muka akan lebih baik dengan hanya menempatkan siswa dalam formasi lingkaran tanpa meja.

e. Kelompok pada kelompok : formasi ini memungkinkan anda untuk melakukan diskusi terbuka. Atau membuat drama, debat, atau melakukan pengamatan aktivitas kelompok.

f. Ruang kerja : Formasi ini cocok untuk lingkaran aktifitas khas laboratorium

g. Pengelompokkan berpencar : jika ruang kelas anda cukup besar atau jika tersedia tempat di ruangan sebelah, tempatkanlah (bila memungkinkan) meja dan kursi yang bisa digunakan oleh sub-sub kelompok untuk melakukan aktivitas belajar berbasis tim.

h. Formasi tanda pangkat : susunan ruang kelas tradisional (deretan meja dan kursi) tidak kondusif bagi pelaksanaan belajar aktif.

i. Ruang kelas tradisional : jika memang tidak memungkinkan untuk membuat formasi lengkung, cobalah untuk mengelompokkan kursi secara berpasangan untuk memungkinkan belajar secara berpasangan.

j. Auditorium : lingkungan auditorium memang kurang kondusif untuk kegiatan belajar aktif, namun masih ada harapan untuk itu.

2. Metode untuk mendapatkan partisipasi kapanpun

a. Diskusi terbuka; dilakukan dengan banyak mengajukan pertanyaan oleh guru, yang akan disambut secara bebas oleh siswa

b. kartu jawaban ; Kartu ini dimaksudkan agar siswa menjawab pertanyaan dari yang diajukan guru, menjawab dengan ketepatan diharapkan, karena jawaban bersifat tertutup, tentu saja dengan menyertakan nama

c. Jajak pendapat , menyusun survey singkat di didalam kelas, atau diadakan pemungutan suara terhadap jawaban yang diajukan, atau siswa diminta memilih jawaban yang tepat dari sekian jawaban

d. Diskusi subkelompok , membagi siswa dalam ebebrapa kelompok, untuk mengadakan diskusi kecil di antara siswa

e. Mitra belajar, siswa diminta untuk mediskusikan materi atau soal dengan teman-temannya yang ada dalam sub kelompok.

f. Penyemangat , Guru mendatangi semua kelompok dan memotivasi mereka untuk berkompetisi memcahkan tema yang diajukan

g. Panel; memerintahkan siswa untuk mngemukakan pendapat dengan berdiri di hadapan teman-teman

h. Ruang terbuka (Fishbowl), diskusi dalam ruang terbuka untuk melihat ekspresi maksimal siswa

i. Permainan ; belajar dengan bermain, bukan berbarti main-main dalam belajar, meciptakan suasan yang rileks dan humor diperlukan gar tidak terjadi ketegangan

j. Memanggil pembicara selanjutnya; memerintahkan siswa untuk menujukkan jar, jika siswa ingin mengemukakan pendapat. Dan lain sebagainya

3. Teknik Mendapatkan Mitra Belajar

a. mendiksusikan dokumen singkat secara bersama

b. mewawancarai satu sama lain mengenai reaksi terhadap bacaan, pengajaran, tayangan video, atau kegiatan pendidikan lain yang diberikan.

c. Mengkritik atau menyunting karya tulis pasangan masing-masing

d. Ajukan pertanyaan kepada pasangan kalian tentang bacaan yang diberikan.

e. Ikhtisarkan sesi pelajaran atau pokok bahasan secara bersama.

f. Susunlah pertanyaan secara bersama untuk diajukan kepada guru

g. Analisa soal cerita, latihan, eksperimensecara bersama

h. lakukan tes kepada satu sama lain

i. Jawablah pertanyaan yang diajukan oleh guru

j. Bandingkan catatan yang dibuat di dalam kelas

4. Strategi untuk membentuk kelompok belajar

a. Kartu pengelompokkan ; menentukan kelompok siswa dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok diberi kartu

b. Puzzle; memotong-memotong gambar lalu mengacak-acak, lalu meminta siswa untuk mengatur kembali, sehingga menjadi susun yang terbaca. Teknik ini aadalah teknik teka-teki

c. Menemukan sahabat dan keluarga fiktif terkenal

d. label nama, label nama sebaiknya berbda-beda pada masing-masing kelompok

e. Hari kelahiran , memerintahkan siswa untuk berbaris sesui dengan urutan hari kelahiran, bulan kelahiran, atau tahun kelahiran, sehingga saling kenal satu dengan yang lain

f. kartu remi, membagi siswa dalam kelompok dan memberinya kartu remi, dan mengarahkan siswa untuk menemukan gambar yang sama di antara mereka

g. Sebut angka

h. Rasa permen

i. Pilih benda-benda yang mirip

j. Materi siswa

5. Teknik memfasilitasi diskusi

a. Kemukakan kembali apa yang telah dikatakan siswa agar ia merasa bahwa pendapatnya telah dipahami dan siswa yang lain bisa mendengarkan ikhtisar dari apa yang telah disampaikan secara panjang lebar

b. Pastikan anda memahami kata-kata yang disampaikan oleh siswa atau perintah siswa untuk memperjelas apa yang dia maksud

c. Berikan pujian kepada pendapat yang menarik dan mendalam

d. Perjelas sumbang saran siswa terhadap diskusi dengan menggunakan contoh, atau sarankan cara baru untuk membahas persoalan

e. Semarakkan diskusi dengan mempercepat prosesnya menggunakan humor, atau jika perlu, dengan memacu semangat kelompok untuk memberikan lebih banyak sumbang saran.

f. TUnjukka ketidakpahaman (dengan halus) terhadap pendapat siswa untuk mencari diskusi lebih lanjut

g. Perantarai perbedaan pendapat antar siswa, dan redakan ketegangan yang mungkin timbul.

h. Tampung semua pendapat, tunjukkan kaitannya satu sama lain

i. Ubahlah proses kelompok untuk mengundang metode untuk mengundang partisipasi atau menghantarkan kelompok menuju tahap evaluasi gagasan yang telah dikemukakan sebelum dibentuknya kelompok.

j. Ikhtisarkan (dan catat bila perlu) pendapat-pendapat utama kelompok.

6. Teknik penanganan ketika siswa menjadi sulit diatur

a. Buatlah tanda secara nonverbal , yaitu dengan melakukan pendekatatan dan atatp muka ketika siswa mengobrol, atau mungkin dengan meletakkan jari untuk menutup mulut siswa tersebut

b. Dengarkan secara aktif; Ketika siswa memonopoli diskusi, guru sebaiknya mendengarkan dengan baik, hingga jeda berlangsung

c. Usahakan agar siswa anda tidak ada yang mendominasi

d. Sebutkan aturan partisipasi, seperti tidak boleh tertawa, atau ngobrol selama pelajaran, atau hanya siswa yang belum angkat bicara yang boleh berpartisipasi

e. Gunakan humor segar

f. Jalinlah hubungan pada tingkat personal

g. Ubahlah metode partisipasi, bila mungkin kuang menarik perhatian pada satu model, maka sebaiknya mengubah dengan model yang lain

h. Abaikan saja perilaku yang tidak begitu negative

i. Rembuklah perilaku yang sangat negative secara empat mata

j. Jangan terlalu memasukkan ke dalam hati persoalan yang anda hadapi.

Dari penjelasan tersebut, mengikuti sistematika dalam mengelola active leraning, tampaknya merupakan keharusan , urutan dan teknik-teknik tersebut, selanjutnya akan mejadikan guru relatif lebih mampu mengontrol kinerja pembelajaran siswa.

02 Juli, 2009

Pembelajaran Fisika

Perkembangan ilmu dan tekonologi begitu pesatnya, laju perkembangan itu demikian luasnya hingga hampir mencakup seluruh kehidupan manusia. Khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi inilah yang melatarbelakangi perlunya penerapan IPTEK di bidang pendidikan.

Penggunaan media berbasis multimedia bertujuan untuk memberikan pengalaman baru dan menyenangkan baik bagi guru itu sendiri maupun siswa serta menciptakan pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat menambah motivasi belajar anak lebih meningkat.

Pembelajaran multimedia adalah suatu kegiatan belajar mengajar di mana dalam penyampaian bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa, guru menggunakan atau menerapkan berbagai perangkat media pembelajaran. Adapun media pembelajaran itu sangatlah beraneka macam, baik itu dalam bentuk media cetak, media / alat peraga ataupun media elektronik.

Internet adalah salah satu media sekaligus sumber belajar yang cukup mudah didapat akhir-akhir ini. Secara khusus penulis membatasi permasalahan ini dengan pembahasan penggunaan media elektronik/komputer, berikut dengan pemanfaatan hardware, software dan alat - alat pendukung lainnya dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Komputer merupakan suatu alat yang canggih dan lengkap, karena dengan satu unit komputer yang baik dapat difungsikan untuk berbagai keperluan, dan seorang guru yang jeli tentunya dapat memanfaatkan perangkat canggih tersebut untuk keperluan pembelajaran.

Perangkat multimedia komputer hanyalah sebuah alat proses pengolah data saja (hardware), sedang yang berperan dalam pembelajaran adalah perangkat-perangkat lunak yang disebut dengan software. Sebuah komputer dapat bekerja atau dijalankan karena terdapat software di dalamnya. Software meliputi sistim operasi dan berbagai program aplikasi.

Beberapa software yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran, antara lain: program presentasi Microsoft powerpoint, Program editing gambar adobe photoshop, program editing film VCD Cutter. Tahapan-tahapan dari pembelajaran berbasis multimedia adalah tahap persiapan, tahap pembuatan presentasi, dan tahap pelaksanaan.

Sudah semestinya sebagai guru yang berdedikasi harus dapat membuat multimedia pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar fisika. Anda jangan bingung, karena blog ini menyediakan tips-trik dalam pembuatan multimedia pembelajaran yang baik.

Tulisan ini penulis upload dengan tujuan supaya kita semua sadar bahwa era sekarang tidak boleh tidak meninggalkan teknologi sebagai media pembelajaran. Khususnya pesantren-pesantren di Indonesia yang selama ini dikesankan sebagai lembaga pendidikan islam yang "kolot".

01 Juli, 2009

Sekilas Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar

Sekilas Pondok Pesantren Wali Songo
Ide Pendiri
Piagam Ikrar Wakaf
I. Latar Belakang Sejarah
Pra Berdirinya Pondok Pesantren Wali Songo
Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, penyiaran agama Islam pada umumnya mengalami hambatan dan kesulitan. Demikian halnya di Desa Ngabar yang keadaannya masih sangat mundur, baik di bidang ekonomi, pendidikan maupun sosial budaya, terutama di bidang pengamalan agama Islam. Berjudi, minum candu dan minum-minumam keras adalah di antara perbuatan munkar yang biasa dilakukan.
KH Mohammad Thoyyib salah seorang penduduk Desa Ngabar yang alumnus Pondok Pesantren Salafiyah, bercita-cita dan berkemauan keras untuk menunjukkan masyarakatnya ke jalan lurus, jalan yang mestinya mereka lalui, yakni jalan Allah SWT
Untuk mewujudkan cita-citanya yang luhur itu, halangan demi halangan, kesulitan demi kesulitan beliau singkirkan dengan perjuangan yang sangat gigih. Beliau berpendapat bahwa jalan pendidikan adalah jalan yang paling tepat untuk melaksanakan tujuan mulianya itu. Dengan kesadaran ini, dimasukkannya putra-putranya di Pondok-Pondok Pesantren Salafiyah yang berada di Ponorogo, seperti Pondok Pesantren Joresan dan Pondok Pesantren Tegalsari. Kemudian untuk penyempurnaan pembinaan kader-kader ini dimasukkannya putra-putranya ke Pondok Modern Darussalam Gontor. Daiajak pula kawan seperjuangannya untuk turut serta mengkaderkan putranya ke pondok-pondok tersebut
Langkah berikutnya, pada tahun 1946 didirikan Madrasah Diniyah yang ditangani oleh: Ahmad Thoyyib, Ibrohim Thoyyib, Imam Badri dan kawan-kawan yang lain. Madrasah Diniyah yang masuk sore hari ini, kemudian diubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah dan masuk pada pagi hari. Sebagai kelanjutannya pada tahun 1958 didirikan Madrasah tingkat Tsanawiyah dan Aliyah. Setelah Madrasah ini berjalan 3 (tiga) tahun (1961) diselenggarakan sistem pendidikan Pondok Pesantren yang diberi nama Wali Songo.
Pondok Pesantren Wali Songo ini didirikan oleh KH Mohammad Thoyyib, yang dibantu oleh para putera dan sahabat-sahabatnya, pada hari Selasa tanggal 18 Syawal 1380 H, bertepatan dengan 4 April 1961 M.
Pondok Pesantren ini diberi nama: “Pondok Pesantren Wali Songo” karena:
1. Santrinya yang pertama kali mondok berjumlah sembilan orang yang datang dari Jawa dan dari luar Jawa.
2. Optimisme agar para santri setelah selesai mondok dapat mengembangkan Dakwah Islamiyah
Optimisme agar para santri setelah selesai mondok dapat mengembangkan Dakwah Islamiyah sebagaimana diemban oleh para da’i terdahulu, yang dikenal dengan sebutan Wali Songo.
Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar ini adalah lembaga pendidikan Islam tempat menggembleng pemuda dan pemudi Islam dengan berbagai pendidikan dan pengajaran, termasuk ilmu-ilmu agama maupun umum. Semenjak awal berdirinya sampai sekarang dan seterusnya, bebas dari afiliasi dengan partai-partai politik dan golongan-golongan.
Pondok Pesantren Wali Songo ini terletak di Desa Ngabar, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur, pada kilometer tujuh arah selatan kota Ponorogo
II. Ikrar Wakaf

Dalam sejarahnya Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar ini didirikan oleh Kiai Pendiri (KH Mohmmad Thoyyib). Setelah Pondok ini berjalam 19 tahun dan menjadi besar, maka pendiri meng-“Ikrarwakafkan” Pondok ini kepada umat Islam untuk kepentingan Pendidikan Islam. Dengan ikrar wakaf ini diharapkan kelangsunga hidup dan perkembangan Pondok ini di masa yang akan datang menjadi lebih terjamin.
Pada hari Ahad; 22 Sya’ban 1400 H, bertepatan dengan 6 Juli 1980 M, KH Ahmad Thoyyib dan KH Ibrohim Thoyyib mengikrarkan bahwa Pondok Pesantren Wali Songo dengan segala kekayaan yang dimilikinya sebagai “Wakaf Untuk Pendidikan Islam”. Untuk itu ditunjuk 15 (lima belas) orang dari Keluarga Besar Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar untuk bertindak sebagai Nadzir atas wakaf tersebut, dengan amanat Supaya Pondok Pesantren Wali Songo:

1. Menjadi lembaga pendidikan yang tunduk kepada hukum Islam, berkhidmat kepada masyarakat
menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
2. Menyelanggarakan lembaga pendidikan Taman Kanak-Kanak, Ibtidaiyah, Mu’allimin dan Mu’allimat
dan apabila sudah memungkinkan Pendidikan Tinggi.
3. Mejadi Lembaga Pendidikan Islam yang berjiwa pondok pesantren dengan mengutamakan arah pendidikannya kepada:
Taqwa kepada Allah, beramal soleh, berbudi luhur, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berfikiran bebas dan berwiraswasta.
4. Menjadi tempat beramal untuk meninggikan Kalimat Allah.
5. Tidak berafiliasi kepada partai politik atau golongan apapun.
Diamanatkan pula agar Nadzir dalam waktu sesingkat-singkatnya mendirikan Yayasan yang berbadan hukum bernama “Majlisu Riyasatil Ma’had” sebagai lembaga tertinggi dalam struktur organisasi Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar dan sebagai pelaksana amanat wakif yang tercantum dalam Piagam Ikrar Wakaf.
Dengan berdirinya lembaga berbadan hukum ini struktur organisasi di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar diperjelas. Fungsi dan wewenang masing-masing lembaga dibuat sepilah dan sejelas mungkin sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara fungsi dan wewenang lembaga-lembaga yang ada. Termasuk juga telah dibuat aturan yang jelas tentang mekanisme pergantian kepemimpinan di Pondok Pesantren Wali Songo, yang dengan demikian kelangsungan hidup Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar dapat lebih dijamin dan dipertanggung jawabkan.
III. Yayasan Penyelengara
Lembaga tertinggi di Pondok Pesantren Wali Songo adalah yayasan bernama “Majlisu Riyastil Ma’had Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar” dengan akte Notaris Widyatmoko, SH. Nomor 04, tanggal 13 Juli 1998. Terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ponorogo nomor: 10/Pr/Non./1998.
Yayasan Majlisu Riyasatil Ma’had Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar adalah lembaga berbadan hukum yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta usaha-usaha lain di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
IV. Program Pendidikan Dan Lembaga-Lembaga Di PPWS Ngabar
A. Sistem Pendidikan
Sistem Pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar menggunakan program formal terpadu (terpadu antara pendidikan formal dan nonformal, keilmuan Agama Islam dan Umum, akademis dan kemasyarakatan); berasrama dengan didukung oleh pembinaan intensif dan proporsional di dalam dan di luar kelas selama 24 jam.
Ustadz, Ustadzah dan kanselor hampir semuanya berlatar belakang pendidikan pesantren (Wali Songo Ngabar, Pondok Modern Gontor dll), serta berbagai sarjana lulusan perguruan tinggi di dalam atau di luar Negeri.
B. Jenjang pendidikan
Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar adalah lembaga pendidikan Pondok Pesantren yang di dalamnya terdapat jenjang-jenjang pendidikan formal dengan sistem klasikal. Melalui jenjang-jenjang pendidikan yang ada para santri-santri tidak hanya mendapatkan pendidikan agama tetapi juga mendapatkan pendidikan umum yang memadai.
Jenjang pendidikan yang ada meliputi:
1. Jenjang pra sekolah: Tarbiyatul Athfaal al-Manar (tidak berasrama)
2. Madrasah Ibtidaiyah Mamba’ul Huda (berasrama/tidak berasrama; setingkat SD; 6 tahun)
3. Tarbiyatul Mu’allimin al-Islamiyah (khusus putra; 6 tahun bagi tamatan SD dan 3 atau 4 tahun bagi
tamatan M.Ts./SLTP; berasrama; pendidikan formal setingkat MTs/SLTP dan MA/SMU)
4. Tarbiyatul Mu’allimat al-Islamiyah (khusus putri; 6 tahun bagi tamatan SD dan 3 atau 4 tahun bagi
tamatan M.Ts./SLTP; berasrama; pendidikan formal setingkat MTs/SLTP dan MA/SMU).
5. Istitut Agama Islam Riyadlotul Mujahidin (jenjang S-1; Fak. Dakwah, Syari’ah, Tarbiyah; berasrama)
C. Lembaga-Lembaga Penunjang Pendidikan
Di samping lembaga-lembaga pendidikan tersebut, terdapat lembaga-lembaga lain:
1. Majlisu Riyasatil Ma’had; Yayasan sebagai lembaga tertinggi di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
dan pelaksana amanat wakif yang tercantum dalam Piagam Ikrar Wakaf tanggal 22 Sya’ban 1400 H/6 Juli 1980 M.
2. Yayasan Pemeliharaan dan Pengembangan Wakaf Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar. Bertugas:
a. Memelihara, menyempurnakan dan mengembangkan segala usaha Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar,
dalam bidang materiil, untuk tercapainya tujuan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar, terlakksana menjadi suatu lembaga pendidikan Islam yang bermutu tinggi dan bermanfa’at bagi masyarakat Indonesia umumnya dan tetap berjiwa pondok.
b. Melanjutkan dan menyempurnakan segala usaha yang telah dirintis oleh pendiri dan pimpinan
Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar di bidang materiil, baik benda tetap maupun benda bergerak, sehingga memenuhi hajat Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar, sesuai dengan perkembangannya.
3. Majlis Pembimbing Santri (MPS) Putra. Bertugas dalam bidang pengasuhan dan pembinaan santri putra
dalam kegiatan luar sekolah.
4. Majlis Pembimbing Santri (MPS) Putri. Bertugas dalam bidang pengasuhan dan pembinaan santri putri dalam
kegiatan luar sekolah.
5 Himpunan Alumni dan Keluarga Pondok Pesantren Wali Songo (HAKPW) dengan cabang-cabangnya di dalam dan
di luar Negeri. Bertanggung jawab dalam bidang pembinaan alumni dan simpatisan Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar.
D. Pendidikan Komputer Dan Bahasa

Dalam rangka memperkaya dan memperluas bekal bagi masa depan santri-santri Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar didirikan “Lembaga Pendidikan Komputer Wali Songo (LPKWS)” dimana melalui lembaga ini para santri mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan dasar tentang komputer dan Internet. Di samping itu, melalui pendidikan komputer tersebut juga dapat dijadikan sarana untuk memperluas wawasan dan menambah media belajar bagi santri-santri.

Di samping pendidikan komputer, kepada santri-santri juga diharuskan untuk menguasai beberapa bahasa asing yang menjadi prasyarat mutlak untuk pengembangan kemampuan ilmiah mereka.

Dalam hal pendidikan bahasa ini, di samping dilaksanakan melalui pendidikan kurikuler di kelas; juga dibuatkan “Laboratorium Hidup” dengan mengharuskan setiap santri untuk menggunakan bahasa-bahasa asing tersebut menjadi bahasa percakapan sehari-hari. Dengan demikian akan tercipta lingkungan berbahasa yang menjadikan bahasa-bahasa asing tersebut menjadi bahasa ibu. Melalui cara inilah kemampuan berbahasa dapat dikembangkan dengan mudah.

Sarana pendidikan bahasa asing yang masih sangat diharapkan untuk dimiliki adalah “Laboratorium Bahasa” yang memadai.
Bahasa asing yang sangat ditekankan untuk dikuasai oleh santri-santri Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar adalah:

1. Bahasa wajib untuk setiap santri: Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
2. Bahasa penunjang dan bersifat elektif bagi santri yaitu: Bahasa Jerman dan (sedang diusahakan) Bahasa Jepang.
V Kegiatan-Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler meliputi: Latihan Kepemimpinan (Kepengurusan Organisaasi); Kepramukaan; Tahfidzul Qur’an; Jam’iyyatul Qurra’; Lembaga Bahasa; Muhadloroh (latihan pidato bahasa Arab, Inggris dan Indonesia); Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar (KMD); Olah Raga; Kesenian; Kursus Komputer; Amaliyah Tadris (praktek Mengajar).