15 September, 2013

GURU PROFESIONAL VS "GURU PROFESIONAL”


A.    Pendahuluan
Sejak beberapa tahun terakhir ini para guru yang telah lulus sertifikasi guru yang ditandai dengan kepemilikannya selembar Sertifikat Pendidik dituntut untuk bertanggung jawab atas “gelar” yan disandangnya sebagai pendidik profesional. Namun bila ditilik lebih dekat dan mendalam dengan “kacamata profesi pendidik” yang sesungguhnya ternyata apa yang dilakukan oleh mereka yang bergelar “pendidik profesional” itu masih jauh panggang dari api. Statemen ini bukan tanpa alasan, karena di tengah derasnya arus perubahan di bidang pendidikan terkait dengan usaha peningkatan mutu pendidikan yang salah satunya meningkatkan mutu guru. Namun justru di level guru itu sendiri sebagai obyek kebijakan pemerintah (the object of decision) di satu sisi, dan sebagai subyek pendidikan di sisi lain masih belum memenuhi tuntutan perubahan. Bahkan kondisi ideal yang menjadi “mimpi” pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia ini seolah hampir pupus hanya dengan ulang segelintir oknum guru yang telah melakukan “dosa” pendidikan. Apakah kita telah lupa pada Visi Pendidikan Nasional yaitu:”Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”.
Term “dosa” di sini bukan berarti memandang sebelah mata segala daya upaya guru dalam membimbing, mengarahkan dan membekali (melatih) peserta didik dengan berbagai macam pengetahuan dan keterampilan (skill) apalagi karakter positif yang memang menjadi inti pendidikan, namun setidaknya beberapa hal yang dilakukan guru selama ini terkait dengan tugas profesionalnya masih sering terjadi kesalahan fatal, belum lagi masyarakat luas yang selalu memberi kritik pedas, ejekan bahkan cemooh.
Visi pendidikan nasional di atas setidaknya menggambarkan bahwa sistem pendidikan nasional berusaha mewujudkan pendidikan yang berbasis usaha bersama semua komponen bangsa dengan dinyatakan sebagai “pranata sosial”. Sedangkan pendidikan nasional bertujuan memberdayakan semua warga negara Indonesia yang berkualitas. Berkualitas dalam rumusan visi pendidikan di atas mengandung pengertian bahwa warga negara Indonesia tidak boleh hanya siap menghadapi tantangan hari ini, namun juga siap menyongsong masa yang akan datang.  Maka dari itu tidak aneh jika penulis menyebut segala bentuk kekeliruan yang dilakukan oleh guru/pendidik sebagai “dosa”. Tanggung jawab berat yang harus diselesaikan oleh guru bukanlah hal yang biasa-biasa saja, namun menuntut segala bentuk upaya sadar guru untuk melakukan perubahan dirinya sebelum “mengubah” orang-orang di luar dirinya (peserta didik).
Dalam tulisan ini penulis ingin memaparkan beberapa hal terkait fenomena yang merebak akhir-akhir ini bahwa disinyalir masih ditemukan guru yang note bene nya sebagai guru profesional, namun perilaku, kegiatan dan sikapnya masih belum memenuhi “aturan main” (rule of playing) Pendidikan Nasional.
Penulis mengklasifikasi fenomena-fenomena di atas menjadi 3 klasifikasi “keanehan” untuk tidak menyebut sebagai “kecurangan” atau bahkan “dosa” yang dilakukan oleh 3 kelompok/komunitas yang harus bertanggung jawab atas penyimpangan-penyimpangan dimaksud. Hal ini penulis lakukan agar dalam mengurai “benang kusut” sertifikasi guru dan guru sertifikasi menjadi lebih jelas dengan harapan agar langkah penting Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)  yang sejatinya ingin meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini tidak salah arah. Penulis sudah sejak awal mempunyai prediksi bahwa sertifikasi guru belum akan berdampak signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara umum, walaupun harus diakui memang ada sebagian guru/pendidik profesional telah melakukan banyak langkah “bermutu” seiring dengan dinobatkan dirinya sebagai “pendidik profesional”.

B.    Paparan Data Hasil Pengamatan
Berikut penulis sampaikan beberapa hal yang dilakukan oleh para pendidik profesional yang sesungguhnya sangat memalukan dan tidak pantas dilakukan baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Data ini penulis peroleh dari pengamatan selama 3 (tiga) tahun terakhir termasuk event “Monitoring Guru Sertifikasi” yang dilakukan oleh Kelompok Kerja Pengawas (POKJAWAS) Kantor Kemeterian Agama Ponorogo.
Kelompok yang penulis maksud sebagai berikut: pertama adalah Pendidik Profesional (dalam hal ini adalah guru yang telah lulus sertifikasi pendidik, memperoleh sertifikat pendidik dan telah menerima tunjangan profesi pendidik), kedua, Kepala Madrasah, Ketiga, Pengawas Sekolah/madrasah/madrasah. Untuk fenomena yang muncul pada guru profesional penulis identifikasi berdasarkan acuan Standar Kompetensi Guru sebagaimana termuat dalam Peraturan  Menteri Pendidikan Nasional  Republik Indonesia Nomor   16  Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru Dalam Permendiknas (Pasal 1) ayat (1) dinyatakan bahwa:  Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik  dan kompetensi guru    yang berlaku secara nasional. Kompetensi minimal yang harus dimiliki guru secara umum dikategorikan menjadi 4 (empat) kompetensi, yakni Kompetensi Paedagogik, Kompetensi Kepribadian, dan Kompetensi Sosial, Kompetensi Profesional. Dalam tulisan ini penulis tidak mengulas keempat Kompetensi Guru, namun akan memetakan dan memaparkan beberapa fenomena yang sering muncul terkait tugas keprofesionalan guru Profesional dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan wewenangnya sebagai guru profesional.
1.       Guru Profesional
Beberapa “keanehan” yang penulis temukan dari sebagian guru profesional antara lain:
No
Jenis Keanehan
1
Ditemukan adanya guru yang tidak mempunyai Daftar Hadir Siswa
2
Ditemukan adanya guru yang Ijazahnya belum sesuai dengan sertifikasi
3
Sering ditemukannya guru yang belum tahu manfaat kalender pendidikan, Prota dan Promes sebelum melakukan kegiatan pembelajaran
4
Prota, promes yag dibuat  guru tidak sesuai dengan kalender pendidikan yang ditetapkan madrasah
5
Dalam menyusun prota dan promes tidak didahului oleh analisis pekan efektif
6
Penentuan alokasi waktu belum memperhatikan hasil analisis KKM
7
Analisis KKM masih dilakukan serampangan
8
Masih ditemukan guru profesional yang belum memahami konsep /ruang lingkup penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mencakup
pengertian dan fungsi KKM, mekanisme penetapan KKM, dan analisis KKM.
9
ditemukan guru profesional yang belum mampu menganalisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar apalagi memetakannya. Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai bagian dari pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran umum dengan mengembangkan SK-KD menjadi indikator, kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran, dan penilaian. Penjabaran lebih lanjut dari silabus dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.
10
Belum mampu mengembangkan indikator pencapaian KD
11
Belum mampu mengembangkan silabus yang baik sesuai dengan karakteristik peserta didik
12
Belum mampu menyusun RPP yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan peserta didik
13
Belum mampu menentukan strategi pembelajaran yang tepat
14
Belum mampu merencanakan penilaian yag handal karena cenderung asal membuat soal yang harus dijawab oleh peserta didik
15
Silabus dan RPP yang disusun belum mencerminkan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) apalagi tuntutan era global
16
Sering ditemukan adanya pendidik yang belum melakukan perencanaan penilaian yang sistematis dan periodik
17
Sistem penilaian yang dibuat sekalipun sudah ada pada silabus dan RPP, namun pendidik tidak pernah atau jarang menerapkannya di kelas
18
Sistem penilaian belum sesuai dengan konteks kebutuhan guru dan peserta didik
19
Penilaian oleh guru masih bersifat serampangan karena tidak didahului oleh analisis instrumen penilaian
20
Sering ditemukan adanya sistem penilaian yang tidak sesuai dengan indikator pencapaian KD
21
Sering ditemukan adanya pendidik yang belum tahu tentang terminologi analisis butir soal (ABS) dan analisis hasil ulangan (AHU)
22
Sering ditemukan adanya pendidik yang tidak tahu bahwa ABS dan AHU bermanfaat bagi kepentingan pembelajaran
23
Sering ditemukan guru yang menyusun RPP namun belum memperhatikan langkah – langkah penyusunannya sesuai Permendiknas No. 41 Tahun 2007
24
Sering ditemukan guru yang belum menguasai konsep Kegiatan Tatap Muka, Program Tersrtuktur (PT) dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur (KMTT)
25
Belum semua guru mempunyai Bank Soal
26
Belum semua guru mempunyai daftar nilai siswa
27
Belum semua guru mempunyai program pengayaan dan remidi serta hasilnya
28
Belum semua guru mengembalikan Hasil Ulangan ke siswa
29
Belum semua guru Memiliki buku catatan penghargaan terhadap siswa
30
Belum semua guru Menggunakan media /peraga pembelajaran
31
Belum semua guru Mempunyai hasil KTI
32
Belum semua guru Buku Jurnal Mengajar
33
Belum semua guru mempunyai Buku Perkembangan Anak Didik

2.       Kepala Madrasah
Beberapa keanehan yang penulis temukan dari Kepala madrasah antara lain:
No
Keanehan yang terjadi pada Kepala Madrasah
1
Belum semua Kepala Madrasah Melibatkan Guru dalam penyusunan program jangka panjang Sekolah/madrasah

2
Belum semua Kepala Madrasah Melibatkan Guru dalam penyusunan program jangka pendek Sekolah/madrasah

3
Belum semua Kepala Madrasah Menyelenggarakan sekolah/madrasah berdasarkan pada renstra

4
Belum semua Kepala Madrasah Melakukan analisis kebutuhan sekolah/madrasah

5
Belum semua Kepala Madrasah Melibatkan Guru dalam penyusunan analisis kebutuhan sekolah/madrasah

6
Belum semua Kepala Madrasah Memimpin pengembangan organisasi sesuai dengan kebutuhan

7
Belum semua Kepala Madrasah Melibatkan Guru dalam pengembangan organisasi

8
Belum semua Kepala Madrasah Berusaha meningkatkan sumber daya manusia

9
Belum semua Kepala Madrasah Memiliki kepekaan terhadap perubahan

10
Belum semua Kepala Madrasah Memanfaatkan perubahan  sebagai pengembangan sekolah/madrasah

11
Belum semua Kepala Madrasah Berusaha menciptakan budaya organisasi yang kondusif

12
Belum semua Kepala Madrasah Berusaha menciptakan iklim organisasi yang kondusif

13
Belum semua Kepala Madrasah Memberdayakan Guru dan staf secara optimal

14
Belum semua Kepala Madrasah Mengelola sarana dan prasarana secara optimal

15
Belum semua Kepala Madrasah Melibatkan guru dalam mengelola sarana dan prasarana

16
Belum semua Kepala Madrasah Mempersiapkan Penerimaan siswa baru terlebih dahulu

17
Belum semua Kepala Madrasah Melibatkan Guru dalam Penerimaan siswa baru

18
Belum semua Kepala Madrasah Menyusun progran pengelolaan keuangan

19
Belum semua Kepala Madrasah Melakukan Pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip akuntabel dan transparan

20
Belum semua Kepala Madrasah Melakukan Pengelolaan keuangan secara efektif dan efisien

21
Belum semua Kepala Madrasah Melakukan Ketatausahaan sekolah/madrasah sesuai dengan program yang disusun

22
Belum semua Kepala Madrasah Melakukan Ketatausahaan sekolah/madrasah sesuai dengan tujuan sekolah/madrasah

23
Belum semua Kepala Madrasah Melakukan layanan khusus dalam mendukung kegiatan pembelajaran

24
Belum semua Kepala Madrasah Mengelola Sistem Informasi sekolah/madrasah dalam mendukung pengambilan keputusan

25
Belum semua Kepala Madrasah Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran

26
Belum semua Kepala Madrasah Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan manajemen sekolah/madrasah

27
Belum semua Kepala Madrasah Melakukan monitoring pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat

28
Belum semua Kepala Madrasah Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat

29
Belum semua Kepala Madrasah Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat

30
Belum semua Kepala Madrasah Merencanakan tindak lanjut hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat


3.     Pengawas Sekolah/Madrasah
a.     Tugas Pokok Pengawas Sekolah/Madrasah
Tugas pokok pengawas sekolah/madrasah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi di atas minimal ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas yakni:
1.     Melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah/madrasah, kinerja kepala sekolah/madrasah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah/madrasah,
2.     Melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah/madrasah beserta pengembangannya,
3.     Melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah/madrasah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah/madrasah.
Mengacu pada SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas dan angka kreditnya, Keputusan bersama Mendikbud nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara nomor 38 tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas serta Keputusan Mendikbud nomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah/madrasah dan angka kreditnya, dapat dikemukakan tentang tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah/madrasah yang meliputi:
1.     Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah sesuai dengan penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA.
2.     Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Tugas pokok yang pertama merujuk pada supervisi atau pengawasan manajerial sedangkan tugas pokok yang kedua merujuk pada supervisi atau pengawasan akademik. Pengawasan manajerial pada dasarnya memberikan pembinaan, penilaian dan bantuan/bimbingan mulai dari rencana program, proses, sampai dengan hasil. Bimbingan dan bantuan diberikan kepada kepala sekolah/madrasah dan seluruh staf sekolah/madrasah dalam pengelolaan sekolah/madrasah atau penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah. Pengawasan akademik berkaitan dengan membina dan membantu guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan kualitas hasil belajar siswa.
Sedangkan wewenang yang diberikan kepada pengawas sekolah/madrasah meliputi: (1) memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi, (2) menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lainnya yang diawasi beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, (3) menentukan atau mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan. Wewenang tersebut menyiratkan adanya otonomi pengawas untuk menentukan langkah dan strategi dalam menentukan prosedur kerja kepengawasan. Namun demikian pengawas perlu berkolaborasi dengan kepala sekolah/madrasah dan guru agar dalam melaksanakan tugasnya sejalan dengan arah pengembangan sekolah/madrasah yang telah ditetapkan kepala sekolah/madrasah.
Berdasarkan kedua tugas pokok di atas maka kegiatan yang dilakukan oleh pengawas antara lain:
1.     Menyusun program kerja kepengawasan untuk setiap semester dan setiap tahunnya pada sekolah/madrasah yang dibinanya.
2.     Melaksanakan penilaian, pengolahan dan analisis data hasil belajar/bimbingan siswa dan kemampuan guru.
3.     Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses pembelajaran/bimbingan, lingkungan sekolah/madrasah yang berpengaruh terhadap perkembangan hasil belajar/bimbing­an siswa.
4.     Melaksanakan analisis komprehensif hasil analisis berbagai faktor sumber daya pendidikan sebagai bahan untuk melakukan inovasi sekolah/madrasah.
5.     Memberikan arahan, bantuan dan bimbingan kepada guru tentang proses pembelajaran/bimbingan yang bermutu untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar/ bimbing­an siswa.
6.     Melaksanakan penilaian dan monitoring penyelenggaran pendidikan di sekolah/madrasah binaannya mulai dari penerimaan siswa baru, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan ujian sampai kepada pelepasan lulusan/pemberian ijazah.
7.     Menyusun laporan hasil pengawasan di sekolah/madrasah binaannya dan melaporkannya kepada Dinas Pendidikan, Komite Sekolah/madrasah dan stakeholder lainnya.
8.     Melaksanakan penilaian hasil pengawasan seluruh sekolah/madrasah sebagai bahan kajian untuk menetapkan program kepengawasan semester berikutnya.
9.     Memberikan bahan penilaian kepada sekolah/madrasah dalam rangka akreditasi sekolah/madrasah.
10. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pihak sekolah/madrasah dalam memecahkan masalah yang dihadapi sekolah/madrasah berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas maka tugas pengawas mencakup: (1) inspecting (mensupervisi), (2) advising (memberi advis atau nasehat), (3) monitoring (memantau), (4) reporting (membuat laporan), (5) coordinating (mengkoordinir) dan (6) performing leadership dalam arti memimpin dalam melaksanakan kelima tugas pokok tersebut (Ofsted, 2003).
Tugas pokok inspecting (mensupervisi) meliputi tugas mensupervisi kinerja kepala sekolah/madrasah, kinerja guru, kinerja staf sekolah/madrasah, pelaksanaan kurikulum/mata pelajaran, pelaksanaan pembelajaran, ketersediaan dan pemanfaatan sumberdaya, manajemen sekolah/madrasah, dan aspek lainnya seperti: keputusan moral, pendidikan moral, kerjasama dengan masyarakat.
Tugas pokok advising (memberi advis/nasehat) meliputi advis mengenai sekolah/madrasah sebagai sistem, memberi advis kepada guru tentang pembelajaran yang efektif, memberi advis kepada kepala sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan, memberi advis kepada tim kerja dan staf sekolah/madrasah dalam meningkatkan kinerja sekolah/madrasah, memberi advis kepada orang tua siswa dan komite sekolah/madrasah terutama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan.
Tugas pokok monitoring/pemantauan meliputi tugas: memantau penjaminan/ standard mutu pendidikan, memantau penerimaan siswa baru, memantau proses dan hasil belajar siswa, memantau pelaksanaan ujian, memantau rapat guru dan staf sekolah/madrasah, memantau hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat, memantau data statistik kemajuan sekolah/madrasah, memantau program-program pengembangan sekolah/madrasah.
Tugas pokok reporting meliputi tugas: melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Propinsi dan/atau Nasional, melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan ke masyarakat publik, melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan ke sekolah/madrasah binaannya.
Tugas pokok coordinating meliputi tugas: mengkoordinir sumber-sumber daya sekolah/madrasah baik sumber daya manusia, material, financial dll, mengkoordinir kegiatan antar sekolah/madrasah, mengkoordinir kegiatan preservice dan in service training bagi Kepala Sekolah/madrasah, guru dan staf sekolah/madrasah lainnya, mengkoordinir personil stakeholder yang lain, mengkoordinir pelaksanaan kegiatan inovasi sekolah/madrasah.
Tugas pokok performing leadership/memimpin meliputi tugas: memimpin pengembangan kualitas SDM di sekolah/madrasah binaannya, memimpin pengembangan inovasi sekolah/madrasah, partisipasi dalam memimpin kegiatan manajerial pendidikan di Diknas yang bersangkutan, partisipasi pada perencanaan pendidikan di kabupaten/kota, partisipasi pada seleksi calon kepala sekolah/madrasah/calon pengawas, partisipasi dalam akreditasi sekolah/madrasah, partisipasi dalam merekruit personal untuk proyek atau program-program khusus pengembangan mutu sekolah/madrasah, partisipasi dalam mengelola konflik di sekolah/madrasah dengan win-win solution dan partisipasi dalam menangani pengaduan baik dari internal sekolah/madrasah maupun dari masyarakat. Itu semua dilakukan guna mewujudkan kelima tugas pokok di atas.
Berdasarkan uraian tugas-tugas pengawas sebagaimana dikemukakan di atas, maka pengawas satuan pendidikan banyak berperan sebagai: (1) penilai, (2) peneliti, (3) pengembang, (4) pelopor/inovator, (5) motivator, (6) konsultan, dan (7) kolaborator dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah/madrasah binaannya. Dikaitkan dengan tugas pokok pengawas sebagai pengawas atau supervisor akademik yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek teknis pendidikan dan pembelajaran, dan supervisor manajerial yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek manajemen sekolah/madrasah dapat dimatrikkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 1. Matrik Tugas Pokok Pengawas
Rincian
Tugas
Pengawasan Akademik
(Teknis Pendidikan/ Pembelajaran)
Pengawasan Manajerial
(Administrasi dan Manajemen Sekolah/madrasah)
Inspecting/
Pengawasan
Pelaksanaan kurikulum mata pelajaran
Proses pembelajaran/ praktikum/ studi lapangan
Kegiatan ekstra kurikuler
Penggunaan media, alat bantu dan sumber belajar
Kemajuan belajar siswa
Lingkungan belajar
Pelaksanaan kurikulum sekolah/madrasah
Penyelenggaraan dministrasi sekolah/madrasah
Kinerja kepala sekolah/madrasah dan staf sekolah/madrasah
Kemajuan pelaksanaan pendidikan di sekolah/madrasah
Kerjasama sekolah/madrasah dengan masyarakat
Advising/
Menasehati
Menasehati guru dalam pembelajaran/bimbingan yang efektif
Guru dalam meningkatkan kompetensi professional
Guru dalam melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar
Guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas
Guru dalam meningkatkan kompetensi pribadi, sosial dan pedagogik
Kepala sekolah/madrasah di dalam mengelola pendidikan
Kepala sekolah/madrasah dalam melaksanakan inovasi pendidikan
Kepala sekolah/madrasah dalam peningkatan kemamapuan professional kepala sekolah/madrasah
Menasehati staf sekolah/madrasah dalam melaksanakan tugas administrasi sekolah/madrasah
Kepala sekolah/madrasah dan staf dalam kesejahteraan sekolah/madrasah
Monitoring/
Memantau
Ketahanan pembelajaran
Pelaksanaan ujian mata pelajaran
Standar mutu hasil belajar siswa
Pengembangan profesi guru
Pengadaan dan pemanfaatan sumber-sumber belajar
Penyelenggaraan kurikulum
Administrasi sekolah/madrasah
Manajemen sekolah/madrasah
Kemajuan sekolah/madrasah
Pengembangan SDM sekolah/madrasah
Penyelenggaraan ujian sekolah/madrasah
Penyelenggaraan penerimaan siswa baru
Coordinating/
mengkoordinir
Pelaksanaan inovasi pembelajaran
Pengadaan sumber-sumber belajar
Kegiatan peningkatan kemampuan profesi guru
Mengkoordinir peningkatan mutu SDMsekolah/madrasah
Penyelenggaraan inovasi di sekolah/madrasah
Mengkoordinir akreditasi sekolah/madrasah
Mengkoordinir kegiatan sumber daya pendidikan
Reporting
Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran
Kemajuan belajar siswa
Pelaksanaan tugas kepengawasan akademik
Kinerja kepala sekolah/madrasah
Kinerja staf sekolah/madrasah
Standar mutu pendidikan
Inovasi pendidikan


b.    Fungsi Pengawas Sekolah/madrasah
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, pengawas sekolah/madrasah melaksanakan fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial.
Supervisi akademik adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan pengembangan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah.
Sasaran supervisi akademik antara lain membantu guru dalam: (1) merencanakan kegiatan pembelajaran dan atau bimbing­­an, (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran/ bimbing­an, (3) menilai proses dan hasil pembelajaran/ bimbingan, (4) me­manfaat­kan hasil penilaian untuk peningkatan layanan pem­belajaran/bimbingan, (5) memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta didik, (6) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (7) memberikan bimbingan belajar pada peserta didik, (8) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, (9) mengembangkan dan me­manfaat­kan alat Bantu dan media pembelajaran dan atau bimbingan, (10) memanfaatkan sumber-sumber belajar, (11) me­ngembangkan interaksi pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik, model, pendekatan dll.) yang tepat dan berdaya guna, (12) melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pem­belajaran/bimbingan, dan (13) mengembangkan inovasi pem­belajar­an/bimbingan.
Dalam melaksanakan fungsi supervisi akademik seperti di atas, pengawas hendaknya berperan sebagai:
  1. Mitra guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya
  2. Inovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya
  3. Konsultan pendidikan di sekolah/madrasah binaannya
  4. Konselor bagi kepala sekolah/madrasah, guru dan seluruh staf sekolah/madrasah
  5. Motivator untuk meningkatkan kinerja semua staf sekolah/madrasah
Supervisi manajerial adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah/madrasah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah/madrasah yang mencakup: (1) pe­rencanaan, (2) koordinasi, (3) pelaksanaan, (3) penilaian, (5) pengembangan kompetensi SDM kependidikan dan sumberdaya lainnya. Sasaran supervisi manajerial adalah membantu kepala sekolah/madrasah dan staf sekolah/madrasah lainnya dalam mengelola administrasi pendidikan seperti: (1) administrasi kurikulum, (2) administrasi keuangan, (3) administrasi sarana prasarana/perlengkapan, (4) administrasi personal atau ketenagaan, (5) administrasi kesiswaan, (6) administrasi hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat, (7) administrasi budaya dan lingkungan sekolah/madrasah, serta (8) aspek-aspek administrasi lainnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas hendaknya berperan sebagai:
  1. Kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembang­an manajemen sekolah/madrasah,
  2. Asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah/madrasah binaannya
  3. Pusat informasi pengembangan mutu pendidikan di sekolah/madrasah binaannya
  4. Evaluator/judgement terhadap pemaknaan hasil pengawasan
c.     Kewenangan dan Hak Pengawas Sekolah/madrasah
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas sekolah/madrasah/satuan pendidikan, setiap pengawas memiliki kewenangan dan hak-hak yang melekat pada jabatannya. Beberapa kewenangan yang ada pada pengawas adalah kewenangan untuk:
1.     Bersama pihak sekolah/madrasah yang dibinanya, menentukan program peningkatan mutu pendidikan di sekolah/madrasah binaannya.
2.     Menyusun program kerja/agenda kerja kepengawasan pada sekolah/madrasah binaannya dan membicarakannya dengan kepala sekolah/madrasah yang bersangkutan,
3.     Menentukan metode kerja untuk pencapaian hasil optimal berdasarkan program kerja yang telah disusun.
4.     Menetapkan kinerja sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah dan guru serta tenaga kependidikan guna peningkatan kualitas diri dan layanan pengawas.
Hak yang seharusnya diperoleh pengawas sekolah/madrasah yang profesional adalah :
1.     Menerima gaji sebagai pegawai negeri sipil sesuai dengan pangkat dan golongannya,
2.     Memperoleh tunjangan fungsional sesuai dengan jabatan pengawas yang dimilikinya,
3.     Memperoleh biaya operasional/rutin untuk melaksanakan tugas-tugas kepengawasan seperti; transportasi, akomodasi dan biaya untuk kegiatan kepengawasan.
4.     Memperoleh tunjangan profesi pengawas setelah memiliki sertifikasi pengawas.
5.     Menerima subsidi dan insentif untuk menunjang pelaksanaan tugas dan pengembangan profesi pengawas.
6.     Memperoleh tunjangan khusus bagi pengawas yang bertugas di daerah terpencil, rawan kerusuhan dan atau daerah bencana alam.
Semua biaya hak di atas dibebankan pada Pemerintah Pusat dan Daerah. Sedangkan tunjangan kesejahteraan diharapkan diberikan oleh pemerintah daerah. Besarnya tunjangan-tunjangan di atas disesuaikan dengan kemampuan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Subsidi dan insentif untuk peningkatan profesionalitas pengawas diberikan sekali dalam setahun oleh pemerintah melalui Direktorat Tenaga Kependidikan. Besarnya subsidi dan insentif disesuaikan dengan kemampuan anggaran. Subsidi diberikan kepada pengawas melalui koordinator pengawas (korwas) yang ada disetiap Kabupaten/Kota. Untuk itu setiap korwas perlu menyusun program dan kegiatan peningkatan kemampuan profesionalisme pengawas di daerah­nya.

C.    Pembahasan, Kesimpulan dan Saran

1. Pembahasan;
Tiga kelompok utama yang bertanggung jawab secara langsung terhadap mutu pendidikan karena memang mereka sebagai pelaku utama di lapangan yakni, Guru, Kepala Sekolah/Madrasah dan Kelompok Kerja Pengawas, tentu harus segera melakukan evaluasi diri terkait dengan tugas pokok, fungsi dan wewenang masing-masing. Hal ini perlu segera dilakukan dan tidak tidak boleh ditunda dengan alasan apapun.
Filosofi yang menjadi pijakan utama adalah kata Profesional yang melekat pada guru sekalipun Kepala sekolah/madrasah dan Pengawas Sekolah/Madrasah tidak di”bubuhi” kata profesional, namun hakekatnya Kepala Sekolah/Madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.
Pengawas Sekolah/Madrasah adalah Pengawas pendidikan yang harus memainkan peranan penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Untuk itu para pengawas perlu memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai dalam menjalankan tugas kepengawasan.
Menurut Dian K. Castle (1989:157), competency is the knowledge, skill, attitude, motive, behavior, self-image, social role, trait, and/or intellectual strategy that underlies effective performance (Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap, motif, perilaku, citra-diri, peranan sosial, sifat, dan atau strategi intelektual yang mendasari “performance” yang efektif). Kompetensi adalah karakteristik-karaketeristik special seseorang who do the job best ‘yang melakukan pekerjaan dengan sangat baik’.
Kompetensi walaupun dapat diidentifikasi dan dapat diukur, namun invisible (tidak kelihatan), kecuali melalui perilaku-perilaku yang merefleksikan kompetensi-kompetensi tersebut. Karena itu, suatu kompetensi hanya dapat diketahui melalui penerapannya. Demikian halnya dengan kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah, hanya dapat dilihat dari perilaku pengawas tersebut.
Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah meliputi kompetensi kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, penelitian pengembangan, dan sosial (Permenegpan No.16 Tahun 2010). Intinya bahwa pengawas sekolah/madrasah adalah orang yang memang harus ikut berubah seiring dengan perubahan zaman dan tuntutan profesinya.
Manusia yang tidak menyadari bahwa dirinya berubah, serta manusia yang menolak perubahan, sebetulnya adalah jenis manusia yang merugi. Saya tidak akan terjebak dalam diskusi mengenai segi baik atau buruk dari perubahan itu, karena menurut saya itu relatif, dan yang akan dibahas disini hanyalah perubahan serta adaptasi itu sendiri. Para akademisi, nun jauh di sana, sejak dahulu kala sudah melakukan hal yang luar biasa dalam menelurkan konsep plasticity, mereka mencoba mengatakan bahwa kemampuan untuk “belajar”, berkembang, dan berevolusi adalah sangat manusiawi dan telah ditanamkan oleh-Nya kepada setiap manusia tanpa terkecuali. Namun kadang kita sebagai manusia lah yang terlalu sombong untuk memanfaatkan kemampuan itu. Seringkali manusia terjebak dalam egonya sendiri, merasa dirinya dan semua nilai-nilainya paling benar dan berlaku universal. Manusia kadang terjebak dalam nilai-nilai yang dimilikinya, sehingga Ia lupa menyadari bahwa dunia tidak se-sempit perkiraannya.
Adaptasi, akan terjadi kapan saja, dan dimana saja. Dan berapa banyak orang yang menolak untuk beradaptasi hanya karena mereka tidak mau mencoba untuk memahami? Banyak sekali, sayangnya. Kadangkala sering terjadi kesalah pahaman antara memahami dan menyetujui. Banyak orang yang terjebak dalam kesimpulan bahwa perbedaan antara “saya” dan “dia” atau antara “kami” dan “mereka” adalah merupakan sebuah hal yang menjadi pembenaran untuk kegagalan sebuah interaksi. Banyak orang yang memaksa diri untuk menyetujui sesuatu, sebelum mereka mencoba untuk memahami hal tersebut. Mana mungkin hal itu terjadi? Apakah mungkin kita menyetujui tanpa memahami? Nonsense.
Tentu saja konsep adaptasi, sebelum berujung pada pendewasaan dan pengembangan diri akan mengalami beberapa tahapan tertentu. Tahapan itu diilustrasikan dengan menggunakan modifikasi dari empat tahap kesadaran lintas budaya dari Robert Hanvey (1976).
Level one - “the others” are different and therefore exotic and entertaining
Level two - “the others” are different and therefore problematic
Level three - “the others” are believable in an intellectual way.
Level four - “the others” are believable as lived experience.
Kemudian dari ke-empat tahapan ini Hanvey mengatakan ;
The evolutionary experience that seemed to freeze us into a small-group psychology, anxious, and suspicious of those who were not “us”, also made us the most adaptive creature alive. That Flexibility, the power to make vast psychic shifts, is very much with us. One of its manifestations is the modern capacity for empathy.”Voila ! We ARE the most adaptive creature alive.
(Umumnya manusia  disadari maupun tidak, selalu mencari tentang apa yang disebut makna atau pengalaman hidup. Pencarian makna hidup adalah sebuah proses yang tidak akan pernah selesai, setidaknya tidak akan selesai selama manusia masih melakukan interaksi dengan orang-orang di sekitarnya. Herbert Blumer (1962) menambahkan bahwa “makna adalah produk dari interaksi sosial. Makna ini mungkin berubah lewat interpretasi individu ketika situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial juga berubah. Konsekuensinya perilaku mungkin berubah, karena makna, sebagai basis perilaku, juga berubah.” Perubahan-perubahan inilah yang terus menuntun manusia dalam sebuah proses menjadi, dalam sebuah dialektika makna yang tidak kunjung selesai, dalam kontemplasi diri yang terus berlangsung, dalam kecemasan yang tidak pernah berhenti).

2. Kesimpulan
a. Program Sertifikasi Guru belum mampu meningkatkan Profesionalisme Guru secara kesuluruhan terkait beberapa macam-macam kompetensi yang lazimnya harus dimiliki oleh para pendidik.
b. Mentalitas Guru adalah segala-galanya.
c. Manajemen Guru adalah perangkat yang sangat dibutuhkan dalam mengelola SDM sekolah/madrasah untuk mencapai Tujuan Sekolah/Madrasah secara mikro, dan mencapai tujuan Pendidikan Nasional secara makro.

3. Saran
a.  Mental nyontek, nyogok, dan cari enaknya sendiri dan cari muka saat menghadapi Supervisi baik oleh Kepala Sekolah maupun Pengawas Sekolah hendaknya harus ditinggalkan jauh-jauh.
b. Pelayanan Pengawas Sekolah dan Kepala Sekolah sudah harus dibenahi, jika tidak, maka label "Guru Profesional" hanyalah sekedar label tanpa makna apapun.
c. Bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menjadikan kita sebagai GURU, mumpung jadi, maka jadilah guru yang baik, profesional dan Cekatan. Karena sudah "kadung" jadi guru, maka nikmatilah Tugas besar ini sebagai bentuk "ibadah".

Referensi:

Direktorat Pendidikan Agama Islam Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Modul Pengembangan Kompetensi Kepribadian Dan Sosial Pengawas PAI Tingkat Dasar, Tahun 2011