A. Pendahuluan
Sejak beberapa tahun terakhir
ini para guru yang telah lulus sertifikasi guru yang ditandai dengan
kepemilikannya selembar Sertifikat Pendidik dituntut untuk bertanggung jawab
atas “gelar” yan disandangnya sebagai pendidik profesional. Namun bila ditilik
lebih dekat dan mendalam dengan “kacamata profesi pendidik” yang sesungguhnya
ternyata apa yang dilakukan oleh mereka yang bergelar “pendidik profesional”
itu masih jauh panggang dari api. Statemen ini bukan tanpa alasan,
karena di tengah derasnya arus perubahan di bidang pendidikan terkait dengan
usaha peningkatan mutu pendidikan yang salah satunya meningkatkan mutu guru.
Namun justru di level guru itu sendiri sebagai obyek kebijakan pemerintah (the
object of decision) di satu sisi, dan sebagai subyek pendidikan di sisi lain masih
belum memenuhi tuntutan perubahan. Bahkan kondisi ideal yang menjadi “mimpi”
pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia ini seolah hampir pupus hanya dengan
ulang segelintir oknum guru yang telah melakukan “dosa” pendidikan. Apakah kita
telah lupa pada Visi Pendidikan Nasional yaitu:”Terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah”.
Term “dosa” di sini bukan
berarti memandang sebelah mata segala daya upaya guru dalam membimbing,
mengarahkan dan membekali (melatih) peserta didik dengan berbagai macam
pengetahuan dan keterampilan (skill) apalagi karakter positif yang memang
menjadi inti pendidikan, namun setidaknya beberapa hal yang dilakukan guru
selama ini terkait dengan tugas profesionalnya masih sering terjadi kesalahan
fatal, belum lagi masyarakat luas yang selalu memberi kritik pedas, ejekan
bahkan cemooh.
Visi pendidikan nasional di
atas setidaknya menggambarkan bahwa sistem pendidikan nasional berusaha
mewujudkan pendidikan yang berbasis usaha bersama semua komponen bangsa dengan
dinyatakan sebagai “pranata sosial”. Sedangkan pendidikan nasional
bertujuan memberdayakan semua warga negara Indonesia yang berkualitas.
Berkualitas dalam rumusan visi pendidikan di atas mengandung pengertian
bahwa warga negara Indonesia tidak boleh hanya siap menghadapi tantangan hari
ini, namun juga siap menyongsong masa yang akan datang. Maka dari itu tidak aneh jika penulis
menyebut segala bentuk kekeliruan yang dilakukan oleh guru/pendidik sebagai
“dosa”. Tanggung jawab berat yang harus diselesaikan oleh guru bukanlah hal
yang biasa-biasa saja, namun menuntut segala bentuk upaya sadar guru untuk
melakukan perubahan dirinya sebelum “mengubah” orang-orang di luar dirinya
(peserta didik).
Dalam tulisan ini penulis ingin
memaparkan beberapa hal terkait fenomena yang merebak akhir-akhir ini bahwa
disinyalir masih ditemukan guru yang note bene nya sebagai guru profesional,
namun perilaku, kegiatan dan sikapnya masih belum memenuhi “aturan main” (rule
of playing) Pendidikan Nasional.
Penulis mengklasifikasi fenomena-fenomena
di atas menjadi 3 klasifikasi “keanehan” untuk tidak menyebut sebagai
“kecurangan” atau bahkan “dosa” yang dilakukan oleh 3 kelompok/komunitas yang
harus bertanggung jawab atas penyimpangan-penyimpangan dimaksud. Hal ini
penulis lakukan agar dalam mengurai “benang kusut” sertifikasi guru dan guru
sertifikasi menjadi lebih jelas dengan harapan agar langkah penting Pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan) yang sejatinya ingin
meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini tidak salah arah. Penulis sudah
sejak awal mempunyai prediksi bahwa sertifikasi guru belum akan berdampak signifikan
dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara umum, walaupun harus diakui
memang ada sebagian guru/pendidik profesional telah melakukan banyak langkah “bermutu”
seiring dengan dinobatkan dirinya sebagai “pendidik profesional”.
B. Paparan
Data Hasil Pengamatan
Berikut penulis sampaikan
beberapa hal yang dilakukan oleh para pendidik profesional yang sesungguhnya
sangat memalukan dan tidak pantas dilakukan baik secara sembunyi-sembunyi atau
terang-terangan. Data ini penulis peroleh dari pengamatan selama 3 (tiga) tahun
terakhir termasuk event “Monitoring Guru Sertifikasi” yang
dilakukan oleh Kelompok Kerja Pengawas (POKJAWAS) Kantor Kemeterian Agama
Ponorogo.
Kelompok yang penulis maksud
sebagai berikut: pertama adalah Pendidik Profesional (dalam hal
ini adalah guru yang telah lulus sertifikasi pendidik, memperoleh sertifikat
pendidik dan telah menerima tunjangan profesi pendidik), kedua,
Kepala Madrasah, Ketiga, Pengawas Sekolah/madrasah/madrasah. Untuk
fenomena yang muncul pada guru profesional penulis identifikasi
berdasarkan acuan Standar Kompetensi Guru sebagaimana termuat dalam
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru
Dalam Permendiknas (Pasal 1) ayat (1) dinyatakan bahwa: Setiap guru wajib memenuhi standar
kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Kompetensi
minimal yang harus dimiliki guru secara umum dikategorikan menjadi 4 (empat)
kompetensi, yakni Kompetensi Paedagogik, Kompetensi Kepribadian, dan Kompetensi
Sosial, Kompetensi Profesional. Dalam tulisan ini penulis tidak mengulas
keempat Kompetensi Guru, namun akan memetakan dan memaparkan beberapa fenomena
yang sering muncul terkait tugas keprofesionalan guru Profesional dalam
menjalankan tugas pokok, fungsi dan wewenangnya sebagai guru profesional.
1.
Guru Profesional
Beberapa
“keanehan” yang penulis temukan dari sebagian guru profesional antara lain:
No
|
Jenis
Keanehan
|
1
|
Ditemukan adanya guru yang tidak mempunyai Daftar Hadir Siswa
|
2
|
Ditemukan adanya guru yang Ijazahnya belum sesuai dengan
sertifikasi
|
3
|
Sering ditemukannya guru yang belum tahu manfaat kalender
pendidikan, Prota dan Promes sebelum melakukan kegiatan pembelajaran
|
4
|
Prota, promes yag dibuat
guru tidak sesuai dengan kalender pendidikan yang ditetapkan madrasah
|
5
|
Dalam menyusun prota dan promes tidak didahului oleh
analisis pekan efektif
|
6
|
Penentuan alokasi waktu belum memperhatikan hasil analisis
KKM
|
7
|
Analisis KKM masih dilakukan serampangan
|
8
|
Masih ditemukan guru profesional yang belum memahami
konsep /ruang lingkup penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mencakup
pengertian dan fungsi KKM, mekanisme penetapan KKM, dan
analisis KKM.
|
9
|
ditemukan
guru profesional yang belum mampu menganalisis Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar apalagi memetakannya. Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) sebagai bagian dari pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran umum dengan
mengembangkan SK-KD menjadi indikator, kegiatan pembelajaran, materi
pembelajaran, dan penilaian. Penjabaran lebih lanjut dari silabus dalam
bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.
|
10
|
Belum
mampu mengembangkan indikator pencapaian KD
|
11
|
Belum
mampu mengembangkan silabus yang baik sesuai dengan karakteristik peserta
didik
|
12
|
Belum
mampu menyusun RPP yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan peserta didik
|
13
|
Belum
mampu menentukan strategi pembelajaran yang tepat
|
14
|
Belum
mampu merencanakan penilaian yag handal karena cenderung asal membuat soal
yang harus dijawab oleh peserta didik
|
15
|
Silabus
dan RPP yang disusun belum mencerminkan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) apalagi tuntutan era global
|
16
|
Sering
ditemukan adanya pendidik yang belum melakukan perencanaan penilaian yang
sistematis dan periodik
|
17
|
Sistem
penilaian yang dibuat sekalipun sudah ada pada silabus dan RPP, namun
pendidik tidak pernah atau jarang menerapkannya di kelas
|
18
|
Sistem
penilaian belum sesuai dengan konteks kebutuhan guru dan peserta didik
|
19
|
Penilaian
oleh guru masih bersifat serampangan karena tidak didahului oleh analisis
instrumen penilaian
|
20
|
Sering
ditemukan adanya sistem penilaian yang tidak sesuai dengan indikator
pencapaian KD
|
21
|
Sering
ditemukan adanya pendidik yang belum tahu tentang terminologi analisis butir
soal (ABS) dan analisis hasil ulangan (AHU)
|
22
|
Sering
ditemukan adanya pendidik yang tidak tahu bahwa ABS dan AHU bermanfaat bagi
kepentingan pembelajaran
|
23
|
Sering
ditemukan guru yang menyusun RPP namun
belum memperhatikan langkah
– langkah
penyusunannya sesuai
Permendiknas No. 41
Tahun 2007
|
24
|
Sering
ditemukan guru yang belum menguasai konsep Kegiatan
Tatap Muka, Program Tersrtuktur (PT) dan Kegiatan
Mandiri Tidak Terstruktur (KMTT)
|
25
|
Belum
semua guru mempunyai Bank Soal
|
26
|
Belum
semua guru mempunyai daftar
nilai siswa
|
27
|
Belum
semua guru mempunyai program pengayaan dan remidi serta hasilnya
|
28
|
Belum
semua guru mengembalikan Hasil
Ulangan ke siswa
|
29
|
Belum
semua guru Memiliki
buku catatan penghargaan terhadap siswa
|
30
|
Belum
semua guru Menggunakan
media /peraga pembelajaran
|
31
|
Belum
semua guru Mempunyai
hasil KTI
|
32
|
Belum
semua guru Buku
Jurnal Mengajar
|
33
|
Belum
semua guru mempunyai Buku
Perkembangan Anak Didik
|
2. Kepala
Madrasah
Beberapa keanehan
yang penulis temukan dari Kepala madrasah antara lain:
No
|
Keanehan yang terjadi pada
Kepala Madrasah
|
|
1
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melibatkan Guru dalam penyusunan program jangka panjang
Sekolah/madrasah
|
|
2
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melibatkan Guru dalam penyusunan program jangka pendek Sekolah/madrasah
|
|
3
|
Belum
semua Kepala Madrasah Menyelenggarakan sekolah/madrasah berdasarkan pada
renstra
|
|
4
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melakukan analisis kebutuhan sekolah/madrasah
|
|
5
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melibatkan Guru dalam penyusunan analisis kebutuhan sekolah/madrasah
|
|
6
|
Belum
semua Kepala Madrasah Memimpin pengembangan organisasi sesuai dengan
kebutuhan
|
|
7
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melibatkan Guru dalam pengembangan organisasi
|
|
8
|
Belum
semua Kepala Madrasah Berusaha meningkatkan sumber daya manusia
|
|
9
|
Belum
semua Kepala Madrasah Memiliki kepekaan terhadap perubahan
|
|
10
|
Belum
semua Kepala Madrasah Memanfaatkan perubahan
sebagai pengembangan sekolah/madrasah
|
|
11
|
Belum
semua Kepala Madrasah Berusaha menciptakan budaya organisasi yang kondusif
|
|
12
|
Belum
semua Kepala Madrasah Berusaha menciptakan iklim organisasi yang kondusif
|
|
13
|
Belum
semua Kepala Madrasah Memberdayakan Guru dan staf secara optimal
|
|
14
|
Belum
semua Kepala Madrasah Mengelola sarana dan prasarana secara optimal
|
|
15
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melibatkan guru dalam mengelola sarana dan prasarana
|
|
16
|
Belum
semua Kepala Madrasah Mempersiapkan Penerimaan siswa baru terlebih dahulu
|
|
17
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melibatkan Guru dalam Penerimaan siswa baru
|
|
18
|
Belum
semua Kepala Madrasah Menyusun progran pengelolaan keuangan
|
|
19
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melakukan Pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip
akuntabel dan transparan
|
|
20
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melakukan Pengelolaan keuangan secara efektif dan
efisien
|
|
21
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melakukan Ketatausahaan sekolah/madrasah sesuai dengan
program yang disusun
|
|
22
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melakukan Ketatausahaan sekolah/madrasah sesuai dengan
tujuan sekolah/madrasah
|
|
23
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melakukan layanan khusus dalam mendukung kegiatan
pembelajaran
|
|
24
|
Belum
semua Kepala Madrasah Mengelola Sistem Informasi sekolah/madrasah dalam
mendukung pengambilan keputusan
|
|
25
|
Belum
semua Kepala Madrasah Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi
peningkatan pembelajaran
|
|
26
|
Belum
semua Kepala Madrasah Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi
peningkatan manajemen sekolah/madrasah
|
|
27
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melakukan monitoring pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah
dengan prosedur yang tepat
|
|
28
|
Belum
semua Kepala Madrasah Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan sekolah/madrasah
dengan prosedur yang tepat
|
|
29
|
Belum
semua Kepala Madrasah Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan sekolah/madrasah
dengan prosedur yang tepat
|
|
30
|
Belum
semua Kepala Madrasah Merencanakan tindak lanjut hasil evaluasi pelaksanaan
kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat
|
3. Pengawas
Sekolah/Madrasah
a. Tugas Pokok Pengawas Sekolah/Madrasah
Tugas pokok
pengawas sekolah/madrasah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan
pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik
maupun supervisi manajerial. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi di atas minimal
ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas yakni:
1.
Melakukan
pembinaan pengembangan kualitas sekolah/madrasah, kinerja kepala sekolah/madrasah,
kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah/madrasah,
2.
Melakukan
evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah/madrasah beserta
pengembangannya,
3.
Melakukan
penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah/madrasah
secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah/madrasah.
Mengacu pada SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang
jabatan fungsional pengawas dan angka kreditnya, Keputusan bersama Mendikbud
nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara nomor 38
tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas serta
Keputusan Mendikbud nomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan
jabatan fungsional pengawas sekolah/madrasah dan angka kreditnya, dapat
dikemukakan tentang tugas pokok dan tanggung jawab pengawas sekolah/madrasah
yang meliputi:
1.
Melaksanakan
pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah sesuai dengan
penugasannya pada TK, SD, SLB, SLTP dan SLTA.
2.
Meningkatkan
kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingan
siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Tugas pokok
yang pertama merujuk pada supervisi atau pengawasan manajerial sedangkan tugas
pokok yang kedua merujuk pada supervisi atau pengawasan akademik. Pengawasan
manajerial pada dasarnya memberikan pembinaan, penilaian dan bantuan/bimbingan
mulai dari rencana program, proses, sampai dengan hasil. Bimbingan dan bantuan
diberikan kepada kepala sekolah/madrasah dan seluruh staf sekolah/madrasah dalam
pengelolaan sekolah/madrasah atau penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah
untuk meningkatkan kinerja sekolah/madrasah. Pengawasan akademik berkaitan
dengan membina dan membantu guru dalam meningkatkan kualitas proses
pembelajaran/bimbingan dan kualitas hasil belajar siswa.
Sedangkan
wewenang yang diberikan kepada pengawas sekolah/madrasah meliputi: (1) memilih
dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi, (2)
menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lainnya yang diawasi beserta
faktor-faktor yang mempengaruhinya, (3) menentukan atau mengusulkan program
pembinaan serta melakukan pembinaan. Wewenang tersebut menyiratkan adanya
otonomi pengawas untuk menentukan langkah dan strategi dalam menentukan
prosedur kerja kepengawasan. Namun demikian pengawas perlu berkolaborasi dengan
kepala sekolah/madrasah dan guru agar dalam melaksanakan tugasnya sejalan
dengan arah pengembangan sekolah/madrasah yang telah ditetapkan kepala sekolah/madrasah.
Berdasarkan
kedua tugas pokok di atas maka kegiatan yang dilakukan oleh pengawas antara
lain:
1.
Menyusun
program kerja kepengawasan untuk setiap semester dan setiap tahunnya pada sekolah/madrasah
yang dibinanya.
2.
Melaksanakan
penilaian, pengolahan dan analisis data hasil belajar/bimbingan siswa dan
kemampuan guru.
3.
Mengumpulkan
dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses pembelajaran/bimbingan,
lingkungan sekolah/madrasah yang berpengaruh terhadap perkembangan hasil
belajar/bimbingan siswa.
4.
Melaksanakan
analisis komprehensif hasil analisis berbagai faktor sumber daya pendidikan
sebagai bahan untuk melakukan inovasi sekolah/madrasah.
5.
Memberikan
arahan, bantuan dan bimbingan kepada guru tentang proses pembelajaran/bimbingan
yang bermutu untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar/ bimbingan
siswa.
6.
Melaksanakan
penilaian dan monitoring penyelenggaran pendidikan di sekolah/madrasah
binaannya mulai dari penerimaan siswa baru, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan
ujian sampai kepada pelepasan lulusan/pemberian ijazah.
7.
Menyusun
laporan hasil pengawasan di sekolah/madrasah binaannya dan melaporkannya kepada
Dinas Pendidikan, Komite Sekolah/madrasah dan stakeholder lainnya.
8.
Melaksanakan
penilaian hasil pengawasan seluruh sekolah/madrasah sebagai bahan kajian untuk
menetapkan program kepengawasan semester berikutnya.
9.
Memberikan
bahan penilaian kepada sekolah/madrasah dalam rangka akreditasi sekolah/madrasah.
10. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pihak sekolah/madrasah dalam
memecahkan masalah yang dihadapi sekolah/madrasah berkaitan dengan
penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan
uraian di atas maka tugas pengawas mencakup: (1) inspecting (mensupervisi), (2)
advising (memberi advis atau nasehat), (3) monitoring (memantau), (4) reporting
(membuat laporan), (5) coordinating (mengkoordinir) dan (6) performing
leadership dalam arti memimpin dalam melaksanakan kelima tugas pokok tersebut
(Ofsted, 2003).
Tugas pokok
inspecting (mensupervisi) meliputi tugas mensupervisi kinerja kepala sekolah/madrasah,
kinerja guru, kinerja staf sekolah/madrasah, pelaksanaan kurikulum/mata
pelajaran, pelaksanaan pembelajaran, ketersediaan dan pemanfaatan sumberdaya,
manajemen sekolah/madrasah, dan aspek lainnya seperti: keputusan moral, pendidikan
moral, kerjasama dengan masyarakat.
Tugas pokok
advising (memberi advis/nasehat) meliputi advis mengenai sekolah/madrasah
sebagai sistem, memberi advis kepada guru tentang pembelajaran yang efektif,
memberi advis kepada kepala sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan,
memberi advis kepada tim kerja dan staf sekolah/madrasah dalam meningkatkan
kinerja sekolah/madrasah, memberi advis kepada orang tua siswa dan komite sekolah/madrasah
terutama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan.
Tugas pokok
monitoring/pemantauan meliputi tugas: memantau penjaminan/ standard mutu
pendidikan, memantau penerimaan siswa baru, memantau proses dan hasil belajar
siswa, memantau pelaksanaan ujian, memantau rapat guru dan staf sekolah/madrasah,
memantau hubungan sekolah/madrasah dengan masyarakat, memantau data statistik
kemajuan sekolah/madrasah, memantau program-program pengembangan sekolah/madrasah.
Tugas pokok
reporting meliputi tugas: melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan kepada
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Propinsi dan/atau Nasional, melaporkan
perkembangan dan hasil pengawasan ke masyarakat publik, melaporkan perkembangan
dan hasil pengawasan ke sekolah/madrasah binaannya.
Tugas pokok
coordinating meliputi tugas: mengkoordinir sumber-sumber daya sekolah/madrasah
baik sumber daya manusia, material, financial dll, mengkoordinir kegiatan antar
sekolah/madrasah, mengkoordinir kegiatan preservice dan in service training
bagi Kepala Sekolah/madrasah, guru dan staf sekolah/madrasah lainnya,
mengkoordinir personil stakeholder yang lain, mengkoordinir pelaksanaan
kegiatan inovasi sekolah/madrasah.
Tugas pokok
performing leadership/memimpin meliputi tugas: memimpin pengembangan kualitas
SDM di sekolah/madrasah binaannya, memimpin pengembangan inovasi sekolah/madrasah,
partisipasi dalam memimpin kegiatan manajerial pendidikan di Diknas yang
bersangkutan, partisipasi pada perencanaan pendidikan di kabupaten/kota,
partisipasi pada seleksi calon kepala sekolah/madrasah/calon pengawas, partisipasi
dalam akreditasi sekolah/madrasah, partisipasi dalam merekruit personal untuk
proyek atau program-program khusus pengembangan mutu sekolah/madrasah,
partisipasi dalam mengelola konflik di sekolah/madrasah dengan win-win solution
dan partisipasi dalam menangani pengaduan baik dari internal sekolah/madrasah
maupun dari masyarakat. Itu semua dilakukan guna mewujudkan kelima tugas pokok
di atas.
Berdasarkan
uraian tugas-tugas pengawas sebagaimana dikemukakan di atas, maka pengawas
satuan pendidikan banyak berperan sebagai: (1) penilai, (2) peneliti, (3)
pengembang, (4) pelopor/inovator, (5) motivator, (6) konsultan, dan (7)
kolaborator dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah/madrasah
binaannya. Dikaitkan dengan tugas pokok pengawas sebagai pengawas atau
supervisor akademik yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada
aspek teknis pendidikan dan pembelajaran, dan supervisor manajerial yaitu tugas
pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek manajemen sekolah/madrasah
dapat dimatrikkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 1. Matrik Tugas Pokok Pengawas
Rincian
Tugas |
Pengawasan Akademik
(Teknis Pendidikan/ Pembelajaran) |
Pengawasan Manajerial
(Administrasi dan Manajemen Sekolah/madrasah) |
Inspecting/
Pengawasan |
Pelaksanaan kurikulum mata pelajaran
Proses pembelajaran/ praktikum/ studi lapangan
Kegiatan ekstra kurikuler
Penggunaan media, alat bantu dan sumber belajar
Kemajuan belajar siswa
Lingkungan belajar
|
Pelaksanaan kurikulum sekolah/madrasah
Penyelenggaraan dministrasi sekolah/madrasah
Kinerja kepala sekolah/madrasah dan staf sekolah/madrasah
Kemajuan pelaksanaan pendidikan di sekolah/madrasah
Kerjasama sekolah/madrasah dengan masyarakat
|
Advising/
Menasehati |
Menasehati guru dalam pembelajaran/bimbingan yang
efektif
Guru dalam meningkatkan kompetensi professional
Guru dalam melaksanakan penilaian proses dan hasil
belajar
Guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas
Guru dalam meningkatkan kompetensi pribadi, sosial
dan pedagogik
|
Kepala sekolah/madrasah di dalam mengelola
pendidikan
Kepala sekolah/madrasah dalam melaksanakan inovasi
pendidikan
Kepala sekolah/madrasah dalam peningkatan kemamapuan
professional kepala sekolah/madrasah
Menasehati staf sekolah/madrasah dalam melaksanakan
tugas administrasi sekolah/madrasah
Kepala sekolah/madrasah dan staf dalam kesejahteraan
sekolah/madrasah
|
Monitoring/
Memantau |
Ketahanan pembelajaran
Pelaksanaan ujian mata pelajaran
Standar mutu hasil belajar siswa
Pengembangan profesi guru
Pengadaan dan pemanfaatan sumber-sumber belajar
|
Penyelenggaraan kurikulum
Administrasi sekolah/madrasah
Manajemen sekolah/madrasah
Kemajuan sekolah/madrasah
Pengembangan SDM sekolah/madrasah
Penyelenggaraan ujian sekolah/madrasah
Penyelenggaraan penerimaan siswa baru
|
Coordinating/
mengkoordinir |
Pelaksanaan inovasi pembelajaran
Pengadaan sumber-sumber belajar
Kegiatan peningkatan kemampuan profesi guru
|
Mengkoordinir peningkatan mutu SDMsekolah/madrasah
Penyelenggaraan inovasi di sekolah/madrasah
Mengkoordinir akreditasi sekolah/madrasah
Mengkoordinir kegiatan sumber daya pendidikan
|
Reporting
|
Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran
Kemajuan belajar siswa
Pelaksanaan tugas kepengawasan akademik
|
Kinerja kepala sekolah/madrasah
Kinerja staf sekolah/madrasah
Standar mutu pendidikan
Inovasi pendidikan
|
b.
Fungsi Pengawas
Sekolah/madrasah
Untuk
melaksanakan tugas pokok tersebut, pengawas sekolah/madrasah melaksanakan
fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial.
Supervisi
akademik adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pembinaan dan
pengembangan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran
dan bimbingan di sekolah/madrasah.
Sasaran
supervisi akademik antara lain membantu guru dalam: (1) merencanakan kegiatan
pembelajaran dan atau bimbingan, (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran/
bimbingan, (3) menilai proses dan hasil pembelajaran/ bimbingan, (4) memanfaatkan
hasil penilaian untuk peningkatan layanan pembelajaran/bimbingan, (5)
memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta
didik, (6) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, (7)
memberikan bimbingan belajar pada peserta didik, (8) menciptakan lingkungan
belajar yang menyenangkan, (9) mengembangkan dan memanfaatkan alat Bantu dan
media pembelajaran dan atau bimbingan, (10) memanfaatkan sumber-sumber belajar,
(11) mengembangkan interaksi pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik,
model, pendekatan dll.) yang tepat dan berdaya guna, (12) melakukan penelitian
praktis bagi perbaikan pembelajaran/bimbingan, dan (13) mengembangkan inovasi
pembelajaran/bimbingan.
Dalam
melaksanakan fungsi supervisi akademik seperti di atas, pengawas hendaknya
berperan sebagai:
- Mitra guru dalam meningkatkan mutu proses dan
hasil pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya
- Inovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi
pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya
- Konsultan pendidikan di sekolah/madrasah binaannya
- Konselor bagi kepala sekolah/madrasah, guru dan
seluruh staf sekolah/madrasah
- Motivator untuk meningkatkan kinerja semua staf sekolah/madrasah
Supervisi
manajerial adalah fungsi supervisi yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah/madrasah
yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah/madrasah
yang mencakup: (1) perencanaan, (2) koordinasi, (3) pelaksanaan, (3)
penilaian, (5) pengembangan kompetensi SDM kependidikan dan sumberdaya lainnya.
Sasaran supervisi manajerial adalah membantu kepala sekolah/madrasah dan staf sekolah/madrasah
lainnya dalam mengelola administrasi pendidikan seperti: (1) administrasi
kurikulum, (2) administrasi keuangan, (3) administrasi sarana
prasarana/perlengkapan, (4) administrasi personal atau ketenagaan, (5)
administrasi kesiswaan, (6) administrasi hubungan sekolah/madrasah dan
masyarakat, (7) administrasi budaya dan lingkungan sekolah/madrasah, serta (8)
aspek-aspek administrasi lainnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas hendaknya berperan
sebagai:
- Kolaborator dan negosiator dalam proses
perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah/madrasah,
- Asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan
menganalisis potensi sekolah/madrasah binaannya
- Pusat informasi pengembangan mutu pendidikan di sekolah/madrasah
binaannya
- Evaluator/judgement terhadap pemaknaan hasil
pengawasan
c. Kewenangan dan Hak Pengawas Sekolah/madrasah
Dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas sekolah/madrasah/satuan
pendidikan, setiap pengawas memiliki kewenangan dan hak-hak yang melekat pada
jabatannya. Beberapa kewenangan yang ada pada pengawas adalah kewenangan untuk:
1.
Bersama pihak sekolah/madrasah
yang dibinanya, menentukan program peningkatan mutu pendidikan di sekolah/madrasah
binaannya.
2.
Menyusun
program kerja/agenda kerja kepengawasan pada sekolah/madrasah binaannya dan
membicarakannya dengan kepala sekolah/madrasah yang bersangkutan,
3.
Menentukan
metode kerja untuk pencapaian hasil optimal berdasarkan program kerja yang
telah disusun.
4.
Menetapkan
kinerja sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah dan guru serta tenaga
kependidikan guna peningkatan kualitas diri dan layanan pengawas.
Hak yang
seharusnya diperoleh pengawas sekolah/madrasah yang profesional adalah :
1.
Menerima gaji
sebagai pegawai negeri sipil sesuai dengan pangkat dan golongannya,
2.
Memperoleh
tunjangan fungsional sesuai dengan jabatan pengawas yang dimilikinya,
3.
Memperoleh
biaya operasional/rutin untuk melaksanakan tugas-tugas kepengawasan seperti;
transportasi, akomodasi dan biaya untuk kegiatan kepengawasan.
4.
Memperoleh
tunjangan profesi pengawas setelah memiliki sertifikasi pengawas.
5.
Menerima
subsidi dan insentif untuk menunjang pelaksanaan tugas dan pengembangan profesi
pengawas.
6.
Memperoleh
tunjangan khusus bagi pengawas yang bertugas di daerah terpencil, rawan
kerusuhan dan atau daerah bencana alam.
Semua biaya hak
di atas dibebankan pada Pemerintah Pusat dan Daerah. Sedangkan tunjangan
kesejahteraan diharapkan diberikan oleh pemerintah daerah. Besarnya
tunjangan-tunjangan di atas disesuaikan dengan kemampuan pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Subsidi dan insentif untuk
peningkatan profesionalitas pengawas diberikan sekali dalam setahun oleh
pemerintah melalui Direktorat Tenaga Kependidikan. Besarnya subsidi dan
insentif disesuaikan dengan kemampuan anggaran. Subsidi diberikan kepada
pengawas melalui koordinator pengawas (korwas) yang ada disetiap
Kabupaten/Kota. Untuk itu setiap korwas perlu menyusun program dan kegiatan
peningkatan kemampuan profesionalisme pengawas di daerahnya.
C. Pembahasan, Kesimpulan dan Saran
1. Pembahasan;
Tiga
kelompok utama yang bertanggung jawab secara langsung terhadap mutu pendidikan
karena memang mereka sebagai pelaku utama di lapangan yakni, Guru, Kepala
Sekolah/Madrasah dan Kelompok Kerja Pengawas, tentu harus segera melakukan
evaluasi diri terkait dengan tugas pokok, fungsi dan wewenang masing-masing.
Hal ini perlu segera dilakukan dan tidak tidak boleh ditunda dengan alasan
apapun.
Filosofi
yang menjadi pijakan utama adalah kata Profesional yang melekat pada
guru sekalipun Kepala sekolah/madrasah dan Pengawas Sekolah/Madrasah tidak
di”bubuhi” kata profesional, namun hakekatnya Kepala Sekolah/Madrasah adalah
guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.
Pengawas
Sekolah/Madrasah adalah Pengawas pendidikan yang harus memainkan
peranan penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Untuk itu para pengawas
perlu memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai dalam menjalankan tugas
kepengawasan.
Menurut Dian K. Castle (1989:157), competency is the knowledge, skill,
attitude, motive, behavior, self-image, social role, trait, and/or intellectual
strategy that underlies effective performance (Kompetensi adalah
pengetahuan, keterampilan, sikap, motif, perilaku, citra-diri, peranan sosial,
sifat, dan atau strategi intelektual yang mendasari “performance” yang
efektif). Kompetensi adalah karakteristik-karaketeristik special seseorang who do the job best ‘yang melakukan
pekerjaan dengan sangat baik’.
Kompetensi walaupun dapat
diidentifikasi dan dapat diukur, namun invisible
(tidak kelihatan), kecuali melalui perilaku-perilaku yang merefleksikan
kompetensi-kompetensi tersebut. Karena itu, suatu kompetensi hanya dapat
diketahui melalui penerapannya. Demikian halnya dengan kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah,
hanya dapat dilihat dari perilaku pengawas tersebut.
Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah
meliputi kompetensi kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik,
evaluasi pendidikan, penelitian pengembangan, dan sosial (Permenegpan No.16
Tahun 2010). Intinya bahwa pengawas sekolah/madrasah adalah orang yang memang
harus ikut berubah seiring dengan perubahan zaman dan tuntutan profesinya.
Manusia yang tidak menyadari bahwa dirinya
berubah, serta manusia yang menolak perubahan, sebetulnya adalah jenis manusia
yang merugi. Saya tidak akan terjebak dalam diskusi mengenai segi baik atau
buruk dari perubahan itu, karena menurut saya itu relatif, dan yang akan
dibahas disini hanyalah perubahan serta adaptasi itu sendiri. Para akademisi,
nun jauh di sana, sejak dahulu kala sudah melakukan hal yang luar biasa dalam
menelurkan konsep plasticity, mereka mencoba mengatakan bahwa kemampuan untuk
“belajar”, berkembang, dan berevolusi adalah sangat manusiawi dan telah
ditanamkan oleh-Nya kepada setiap manusia tanpa terkecuali. Namun kadang kita
sebagai manusia lah yang terlalu sombong untuk memanfaatkan kemampuan itu.
Seringkali manusia terjebak dalam egonya sendiri, merasa dirinya dan semua
nilai-nilainya paling benar dan berlaku universal. Manusia kadang terjebak
dalam nilai-nilai yang dimilikinya, sehingga Ia lupa menyadari bahwa dunia
tidak se-sempit perkiraannya.
Adaptasi, akan terjadi kapan saja, dan dimana
saja. Dan berapa banyak orang yang menolak untuk beradaptasi hanya karena
mereka tidak mau mencoba untuk memahami? Banyak sekali, sayangnya. Kadangkala
sering terjadi kesalah pahaman antara memahami dan menyetujui. Banyak orang yang
terjebak dalam kesimpulan bahwa perbedaan antara “saya” dan “dia” atau antara
“kami” dan “mereka” adalah merupakan sebuah hal yang menjadi pembenaran untuk
kegagalan sebuah interaksi. Banyak orang yang memaksa diri untuk menyetujui
sesuatu, sebelum mereka mencoba untuk memahami hal tersebut. Mana mungkin hal
itu terjadi? Apakah mungkin kita menyetujui tanpa memahami? Nonsense.
Tentu saja konsep adaptasi, sebelum berujung pada
pendewasaan dan pengembangan diri akan mengalami beberapa tahapan tertentu.
Tahapan itu diilustrasikan dengan menggunakan modifikasi dari empat tahap
kesadaran lintas budaya dari Robert Hanvey (1976).
Level one - “the others” are
different and therefore exotic and entertaining
Level two - “the others” are
different and therefore problematic
Level three - “the others” are
believable in an intellectual way.
Level four - “the others” are
believable as lived experience.
Kemudian
dari ke-empat tahapan ini Hanvey mengatakan ;
“The evolutionary experience that seemed to
freeze us into a small-group psychology, anxious, and suspicious of those who
were not “us”, also made us the most adaptive creature alive. That Flexibility,
the power to make vast psychic shifts, is very much with us. One of its
manifestations is the modern capacity for empathy.”Voila ! We ARE the most
adaptive creature alive.
(Umumnya
manusia disadari maupun tidak, selalu
mencari tentang apa yang disebut makna atau pengalaman hidup. Pencarian makna
hidup adalah sebuah proses yang tidak akan pernah selesai, setidaknya tidak akan
selesai selama manusia masih melakukan interaksi dengan orang-orang di
sekitarnya. Herbert Blumer (1962) menambahkan bahwa “makna adalah produk dari
interaksi sosial. Makna ini mungkin berubah lewat interpretasi individu ketika
situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial juga berubah. Konsekuensinya
perilaku mungkin berubah, karena makna, sebagai basis perilaku, juga berubah.”
Perubahan-perubahan inilah yang terus menuntun manusia dalam sebuah proses
menjadi, dalam sebuah dialektika makna yang tidak kunjung selesai, dalam
kontemplasi diri yang terus berlangsung, dalam kecemasan yang tidak pernah
berhenti).
2. Kesimpulan
a. Program Sertifikasi Guru belum mampu meningkatkan Profesionalisme Guru secara kesuluruhan terkait beberapa macam-macam kompetensi yang lazimnya harus dimiliki oleh para pendidik.
b. Mentalitas Guru adalah segala-galanya.
c. Manajemen Guru adalah perangkat yang sangat dibutuhkan dalam mengelola SDM sekolah/madrasah untuk mencapai Tujuan Sekolah/Madrasah secara mikro, dan mencapai tujuan Pendidikan Nasional secara makro.
3. Saran
a. Mental nyontek, nyogok, dan cari enaknya sendiri dan cari muka saat menghadapi Supervisi baik oleh Kepala Sekolah maupun Pengawas Sekolah hendaknya harus ditinggalkan jauh-jauh.
b. Pelayanan Pengawas Sekolah dan Kepala Sekolah sudah harus dibenahi, jika tidak, maka label "Guru Profesional" hanyalah sekedar label tanpa makna apapun.
c. Bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menjadikan kita sebagai GURU, mumpung jadi, maka jadilah guru yang baik, profesional dan Cekatan. Karena sudah "kadung" jadi guru, maka nikmatilah Tugas besar ini sebagai bentuk "ibadah".
Referensi:
Direktorat
Pendidikan Agama Islam Dirjen Pendidikan Islam
Kementerian
Agama RI, Modul Pengembangan
Kompetensi Kepribadian Dan Sosial Pengawas PAI Tingkat Dasar,
Tahun 2011