29 Juni, 2011

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH/MADRASAH




Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau jika diterapkan pada madrasah disebut sebagai Manajemen Berbasis Madrasah (MBS) merupakan satu bentuk agenda reformasi pendidikan di Indonesia yang menjadi sebuah kebutuhan untuk memberdayakan peranan sekolah dan masyarakat dalam mendukung pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Secara esensial Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah menawarkan diskursus ketika sekolah tampil secara relatif otonom, dengan tidak mereduksi peran pemerintah, terutama dalam bidang pendanaan.
Hal tersebut tentunya akan berakibat pada mutu pendidikan. Apabila mutu pendidikan hendak diperbaiki, maka perlu ada pimpinan dari para profesional pendidikan. Manajemen mutu merupakan sarana yang memungkinkan para profesional pendidikan dapat beradaptasi dengan kekuatan perubahan yang akan bermuara pada sistem pendidikan bangsa kita.
Pendidilan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini, diperlukan perjuangan seluruh lapisan masyarakat.
Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa; Melalui pendidikanlah bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Visi dan misi pendidikan nasional telah menjadi rumusan dan dituangkan pada bagian “penjelasan” atas UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Visi dan misi pendidikan nasional ini adalah merupakan bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan.
Visi Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system pendidikan sebaga pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Misi Pendidikan Nasional
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:
1. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
5. memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.
Dipilihnya MBS untuk pendidikan dasar dan menengah karena diyakini model ini akan mempermudah pemcapaian tujuan pendidikan yang baru. Ciri-ciri MBS adalah adanya otonomi yang kuat pada tingkat sekolah, peran serta aktif masyarakat dalam pendidikan, proses pengambilan keputusan yang demokratis dan berkeadilan, menjunjung tinggi akuntabilitas dan transparansi dalam setiap kegitan pendidikan.
Perlu diingat kembali bahwa tujuan utama MBS adalah untuk meningkatkan kinerja sekolah terutama meningkatkan hasil belajar siswa. Namun dalam pelaksanaannya sering terjadi penyimpangan sehingga hasilnya melenceng dari tujuan utama. Berbagai literatur menunjukkan adanya beberapa strategi untuk mencapai keberhasilan implementasi MBS dan juga ditunjukkan berbagai penyebab kegagalan implementasi MBS.
Studi literatur ini diambil dari tulisan Oswald (1995) tentang School-Based Management, Kubick (1988) tentang School-Based Management, Wohlstetter dan Mohrman (1993) tentang School-Based Management : Strategies for Success, Wohlstetter dan Mohrman (1996) tentang Assessment of School-Based Management dan Paterson (1991) tentang School-Based Management and Student Performance.
Dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan berhasil melalui strategi-strategi berikut ini:
Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal yaitu dimilikinya kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan yang berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap orang yang berhasil.
• Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan instruksional serta non-instruksional.
• Ketiga, adanya kepemimpinan kepala sekolah yang mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumberdaya sekolah secara efektif.
• Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif.
• Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggungjawabnya secara sungguh-sungguh.
• Keenam, adanya guidelines dari Departemen terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Guidelines itu jangan sampai berupa peraturan-peraturan yang mengekang dan membelenggu sekolah.
• Ketujuh, sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban setiap tahunnya.
• Kedelapan, penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.
• Kesembilan, implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing, mengadakan pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
Apakah penerapan MBS langsung bisa mencapai tujuan utamanya? Menurut Drury dan Levin (1994) MBS belum bisa secara langsung meningkatkan pencapaian prestasi belajar siswa, namun memiliki potensi untuk meningkatkannya. Dikemukakan bahwa MBS secara nyata memberi kontribusi terhadap empat keluaran pendidikan yaitu meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk personel, meningkatkan profesionalisme guru, implementasi reformasi kurikulum dan meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pendidikan.
Sementara itu Oswald (1995) menyatakan bahwa berdasarkan penelitian belum ada yang menunjukkan secara jelas pengaruh penerapan MBS terhadap pencapaian akademik siswa, mengurangi tingkat drop out, meningkatkan tingkat kehadiran siswa, dan meningkatkan kedisiplinan siswa. Paterson (1991) juga menyatakan bahwa MBS belum berhasil meningkatkan prestasi belajar siswa karena kurangnya konsentrasi penerapan MBS pada kegiatan pembelajaran dan kurikulum dan lebih terkonsentrasi pada hal-hal yang sifatnya tersier dan bukan yang sifatnya primer. Wohlstetter dan Mohrman (1996) menyatakan terdapat empat macam kegagalan implementasi MBS:
• Pertama, sekedar mengadopsi model apa adanya tanpa upaya kreatif.
• Kedua, kepala sekolah bekerja berdasarkan agendanya sendiri tanpa pemperhatikan aspirasi seluruh anggota dewan sekolah.
• Ketiga, kekuasaan pengambilan keputusan terpusat pada satu pihak dan cenderung semena-mena.
• Keempat, menganggap bahwa MBS adalah hal biasa dengan tanpa usaha yang serius akan berhasil dengan sendirinya. Padahal dalam kenyataan implementasi MBS memakan waktu, tenaga, dan pikiran secara besar-besaran. Pengalaman berbagai negara menunjukkan MBS akan bisa dinilai hasilnya setelah lebih dari empat tahun berjalan.
Sudah siapkah sekolah-sekolah menerapkan model MBS? Sebelum menerapkannya, sebaiknya diantisipasi faktor-faktor kegagalan dan keberhasilan berdasarkan pengalaman negara-segara lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar!